Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Tren penurunan harga minyak masih membayangi kinerja emiten-emiten berbasis komoditas minyak. Meskipun pada Kamis (6/7) sempat mengalami kenaikan, level tersebut belum membuat emiten berbasis minyak bergairah.
Harga komoditas minyak pada Kamis (6/7) masih belum cukup berotot, meskipun mengalami pertumbuhan. Mengutip Bloomberg, Kamis (6/7) pukul 18.55 WIB harga minyak WTI kontrak pengiriman Agustus 2017 di New York Merchantile Exchange tumbuh 1,44% ke level US$ 45,78 per barel dibandingkan dengan hari sebelumnya.
Harga minyak ini salah satunya berdampak pada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Selama sepekan terakhir, pertumbuhan harga saham emiten ini masih memerah atau minus 1,31%. Namun, secara year to date, MEDC mencatatkan pertumbuhan harga saham 71,21%.
Kevin Juido Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas merekomendasikan untuk emiten MEDC dan ELSA untuk tidak dimasuki terlebih dahulu. Hal ini tak terlepas dari efek penurunan harga minyak. "Untuk bulan ini sebaiknya masih wait and see dulu," kata Kevin kepada KONTAN, Kamis (6/7).
Meski demikian, dia melihat MEDC lebih menarik dibandingkan emiten lain yang berada dalam sektor komoditas tersebut. Pasalnya, emiten ini telah melakukan diversifikasi bisnis pada produk lain. Yakni tambang emas dan tembaga, setelah sebelumnya mengakuisisi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Dia berpendapat sektor ini masih kurang baik untuk dimasuki dan dijadikan portofolio. Namun, bila harus memilih, MEDC masih yang terbaik. Dia merekomendasikan buy on weakness saham MEDC. Saat ini MEDC memiliki area bottom atau support pada level 2.200-2.230 dan level resistance pada 2.540.
"Area support masih cukup baik, tapi bila nanti tertembus saya sarankan tidak masuk dulu. Secara teknikal emiten ini bisa untuk short term, kalau medium term jangan," tambahnya.
Saham-saham dalam sektor ini pun ideal untuk spekulasi atau trading, lantaran memiliki patokan harga minyak. Dia memprediksi, harga minyak masih akan melanjutkan tren bearish. "Tren bulan ini, sideways tapi ada kecenderungan untuk bearish," terangnya.
Dia memprediksi harga minyak bulan ini akan berada pada range US$ 42 - US$ 45. Sedangkan secara tahunan, dia memperkirakan harga minyak berada pada range US$ 50 -US$ 60. Dengan target moderat ada di level US$ 55. "Kalau ada sentimen di kuartal 3 dan 4, maka masih ada kemungkinan akhir tahun bisa menembus US$ 60," terangnya.
Andy Wibowo Gunanawan analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai kenaikan harga minyak tahun ini sulit diprediksi. Menurutnya, ada kencenderungan sulit bisa mencapai US$ 60 per barel. "Level minimum untuk oil saya perkirakan US$ 40 per barel," kata Andy kepada KONTAN, Kamis (6/7).
Dengan penurunan harga minyak global, emiten yang terkena dampak negatif adalah MEDC karena Medco adalah oil producer. Selain itu, dia mengatakan ada emiten lain yang juga terkena imbas dari penurunan harga minyak. Diantaranya yakni SOCI, WINS, ELSA yang rata-rata merupakan perusahaan pelayaran pengangkut minyak. "Seberapa pengaruhnya terhadap emiten pelayaran, ini tergantung seberapa lama harga minyak turun," katanya.
Bila biasanya penurunan harga minyak mempengaruhi harga komoditas batubara (coal), namun saat ini berbeda. Andy menyatakan sejauh ini, sentimen harga minyak tersebut belum memberikan dampak negatif terhadap emiten batubara. "Saat ini masih sangat terasa di sektor oil," ungkapnya.
Untuk tahun ini, Andy melihat prediksi harga minyak masih cenderung bearish. Dia juga menyatakan, sampai saat ini belum ada tanda-tanda penurunan produksi minyak OPEC.
Kevin juga melihat, sampai dengan saat ini belum melihat tanda-tanda OPEC akan menurunkan produksi minyak. Kevin bilang, beberapa negara masih enggan mengurangi produksi minyak mereka karena akan mengurangi penjualan ekspor negara tersebut.
Penurunan harga minyak tersebut, memberikan sentimen positif bagi emiten transportasi karena akhirnya bisa menekan cost. Misalnya saja, seperti PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang memiliki cost transporasi besar, maupun PT Blue Bird Tbk (BIRD).
Meskipun akan mendapat sentimen, Kevin tidak terlalu merekomendasikan investor untuk memasuki sektor tersebut. Menurutnya, investor perlu mempertimbangkan faktor fundamental dari emiten tersebut. "GIAA misalnya, laporan keuangan masih kurang baik dan volume perdagangan juga masih kecil," kata Kevin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News