Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa emiten farmasi sudah membukukan kinerja yang bervariasi hingga sembilan bulan pertama 2023.
PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mengumumkan penjualan bersih sebesar Rp 22,56 triliun pada sembilan bulan pertama 2023, atau meningkat 6,5% dibandingkan sembilan bulan pertama 2022.
Laba bersih KLBF mencapai Rp 2,06 triliun pada sembilan bulan pertama 2023, atau terjadi penurunan 16,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu akibat kondisi pasar yang menantang dalam periode transisi pasca pandemi.
Lalu, emiten farmasi BUMN PT Kimia Farma Tbk (KAEF) juga membukukan pendapatan yang meningkat sebanyak 8,15% menjadi sebesar Rp 7,72 triliun di kuartal III-2023.
Jika dibandingkan dengan kuartal III-2022, KAEF mencatatkan pendapatan sebesar Rp 7,13 triliun. Pertumbuhan ini ditopang oleh pertumbuhan penjualan produk etikal yang meningkat 12,25%, yaitu sebesar Rp 2,89 triliun dari tahun sebelumnya Rp 2,58 triliun. Namun KAEF menderita rugi sebesar Rp 130 miliar pada kuartal III-2023.
Baca Juga: Berburu Dividen Jelang Akhir Tahun
Sementara pada PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) membukukan laba bersih Rp 586,57 miliar hingga kuartal III-2023. Laba SIDO turun 18,58% jika dibandingkan dengan kuartal III-2022 sebesar Rp 720.44 miliar.
SIDO membukukan penjualan bersih sebesar Rp 2,36 triliun atau lebih rendah 9,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
PT Indofarma Tbk (INAF), anak usaha Bio Farma Group mencatatkan kinerja keuangan yang menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tercatat, pendapatan Indofarma berada pada angka Rp 445,7 miliar, turun 50,75% jika dibandingkan dengan pendapatan hingga akhir September 2022 kemarin di angka Rp 905 miliar. Kerugian yang dialami INAF hingga September 2023 membengkak jadi Rp191,69 miliar.
Nasib serupa juga terjadi pada PT Phapros Tbk (PEHA) yang mencatatkan laba bersih PEHA hingga kuartal III-2023 turun sebesar 11,45% menjadi Rp 15,15 miliar. Pada kuartal III-2022, PEHA mencatatkan laba bersih sebesar Rp 17,12 miliar.
Penjualan PEHA sebesar Rp 779,91 miliar hingga kuartal III-2023. Angka tersebut turun 11,01% dari kuartal III-2022 yang sebesar Rp 876,43 miliar.
Direktur PT Kalbe Farma Kartika Setiabudy mengatakan, pertumbuhan penjualan KLBF dikontribusi paling besar dari lini bisnis Kalbe yaitu lini bisnis obat resep, produk nutrisi, serta distribusi dan logistik. Pertumbuhan kinerja KLBF juga didukung oleh adanya perubahan pola belanja konsumen pasca pandemi dan daya beli masyarakat.
Baca Juga: Intip Strategi Prodia Widyahusada (PRDA) Tingkatkan Pendapatan Hingga Akhir Tahun
"Pertumbuhan penjualan ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat atas obat-obatan resep dan produk nutrisi, sedangkan divisi produk kesehatan mengalami tantangan karena dampak penjualan yang lebih tinggi tahun lalu atas produk-produk terkait gejala Covid," kata Kartika kepada Kontan.co.id, Selasa (7/11).
Per 30 September 2023, realisasi belanja modal (capital expenditure/capex) KLBF telah mencapai sekitar Rp 500 miliar-Rp 600 miliar dan KLBF menargetkan belanja modal sekitar Rp 700 – Rp 800 miliar hingga akhir tahun 2023.
"Kami memperkirakan Laba masih menghadapi tantangan terutama dari kondisi harga bahan baku dan dampak beban non-operasional," jelasnya.
Sementara Direktur Keuangan Sido Muncul Leonard mengatakan, sentimen dari penurunan kinerja SIDO datang dari daya beli masyarakat yang lemah. Hal ini terus berlanjut dari kuartal II hingga kuartal III.
"Dan juga musim kemarau yang panjang serta tidak ada hujan sedikit banyak juga mempengaruhi konsumsi atas produk kami," kata Leonard kepada Kontan.co.id, Selasa (31/10).
Hingga kuartal III-2023, SIDO telah menyerap Capex sebesar Rp 47 miliar dari target anggaran tahun ini sebesar Rp 200 miliar.
Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan mengatakan, sentimen positif yang mendukung kinerja emiten kesehatan antara lain adalah kenaikan tarif INA-CBG untuk BPJS Kesehatan, program COB BPJS yang memungkinkan pasien menggabungkan jaminan kesehatan dengan sumber lain, dan peningkatan anggaran kesehatan dari pemerintah.
"Sementara itu, emiten kesehatan yang bergerak di bidang jamu, suplemen, dan produk kesehatan lainnya mengalami penurunan pendapatan dan laba, karena adanya pergeseran preferensi konsumen, persaingan yang ketat, dan dampak pandemi yang menekan daya beli masyarakat," kata Reza kepada Kontan.co.id, Selasa (7/11).
Baca Juga: Kalbe Farma (KLBF) Revisi Proyeksi Penjualan Bersih di 2023, Ini Alasannya
Adapun sentimen negatif yang membebani kinerja emiten kesehatan yaitu ketergantungan pada bahan baku impor, biaya produksi dan distribusi yang tinggi, dan fluktuasi nilai tukar rupiah.
Reza memproyeksikan kinerja emiten kesehatan di Kuartal IV-2023 dan di tahun 2024 masih cukup menjanjikan meskipun ada beberapa tantangan dan risiko yang harus dihadapi. Emiten kesehatan yang membukukan peningkatan di kuartal III-2023 berpeluang untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerjanya di kuartal IV-2023 dan di tahun 2024.
"Dengan mengandalkan faktor-faktor seperti ekspansi bisnis, inovasi produk, diversifikasi pasar, dan efisiensi operasional," tambahnya.
Menurutnya, faktor pendukung yang akan mendorong kinerja emiten kesehatan yaitu, pemulihan ekonomi, peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan, perkembangan teknologi dan digitalisasi, dan kerja sama antara pemerintah dan swasta dalam bidang kesehatan.
"Sedangkan pada emiten yang membukukan penurunan, perlu berupaya untuk melakukan strategi-strategi seperti penyesuaian produk, peningkatan kualitas dan pelayanan, promosi dan edukasi, dan kolaborasi dengan mitra bisnis," kata Reza.
Adapun sentimen negatif yang dapat menghambat kinerja emiten kesehatan antara lain adalah ketidakpastian pandemi, perubahan regulasi dan kebijakan, persaingan yang semakin ketat, dan isu-isu sosial dan lingkungan.
Baca Juga: Tempo Scan Pacific (TSPC) Siap Tebar Dividen, Cek Besaran dan Jadwalnya
Reza merekomendasikan buy pada saham PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) dengan target harga Rp 3.200 per saham. Lalu buy pada saham KLBF dengan target harga Rp 1.900 per saham. Buy pada saham SILO dengan target harga Rp 1.800 per saham, dan sell pada saham SIDO dengan target harga Rp 700 per saham.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Andreas Saragih dalam riset 31 Oktober 2023 mengatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan penurunan kinerja SIDO adalah harga pangan yang lebih tinggi.
"Di sisi positifnya, kami memperkirakan, ke depannya akan terjadi peningkatan yang didorong oleh menguatnya daya beli, seiring dengan dukungan dari pemerintah dan peningkatan pangsa pasar," kata Andreas Selasa (31/10).
Lebih lanjut, lemahnya kinerja SIDO didorong oleh segmen herbal yang turun menjadi Rp 452 miliar dan diikuti oleh segmen F&B sebesar Rp 225 miliar. "Meskipun membukukan pendapatan yang rendah, kedua segmen utama tersebut melaporkan peningkatan margin pada kuartal III-2023," jelas Andreas.
Dengan begitu, Andreas merekomendasikan hold pada saham SIDO dengan target harga Rp 555 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News