Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Saat ini, investasi di luar saham tidak kalah menarik. Emas dan bitcoin menjadi salah satu contoh investasi non saham dengan potensi imbal hasil yang tinggi.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mengatakan, emas dan bitcoin mungkin jadi instrumen investasi alternatif yang paling bisa diandalkan saat ini. Kedua instrumen investasi tersebut didukung berbagai sentimen positif.
Emas sendiri sudah naik tinggi mencapai level tertingginya di atas US$2.700 per ons troi saat ini. Emas Antam juga terkerek naik yang mencapai harga paling mahal di level Rp 1.56 juta per gram dengan harga buyback Rp 1.412 per gram, Rabu (30/10).
Lukman menjelaskan, kenaikan harga emas dipengaruhi potensi kemenangan Donald Trump dalam pilpres AS. Sebab, kemenangan Trump dianggap bisa merusak ekonomi global, melebarkan secara besar-besaran defisit anggaran AS, dan bisa menciptakan kekhawatiran yang besar dan aksi flight to safety salah satunya ke emas.
Di sisi lain, situasi konflik Timur Tengah ataupun juga konflik Ukraina dan Rusia masih akan menjadi fokus investor yang bisa mendulang kenaikan logam kuning. Dalam jangka panjang, perseteruan perang dagang China-AS, tensi China-Taiwan, permintaan bank sentral, serta dedolarisasi diperkirakan turut mendukung tren kenaikan harga emas.
"Asumsi Rupiah di Rp 15.500 per dolar AS dan emas spot di rentang US$2.800 – US$3.000 per ons troi, harga emas antam akan berkisar Rp 1.62 juta di akhir 2024," ucap Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (30/10).
Baca Juga: Harga Emas Cetak All Time High, Faktor Pemilu AS dan Konflik Geopolitik Jadi Pelecut
Sementara itu, Lukman mengatakan, aset kripto khususnya bitcoin layak dipantau karena saat ini sudah dianggap sebagai aset lindung nilai (safe haven) layaknya emas. Sehingga, bitcoin berpotensi bullish selama masih ada ketidakpastian seperti politik Amerika, situasi ekonomi global, ataupun arah suku bunga.
Terlebih lagi, apabila Trump memenangi pilpres AS, bitcoin bisa dengan mudah melewati US$100.000. Namun sebagai aset yang tidak memiliki nilai intrisik dan volatilitas tinggi, harga ideal bitcoin akan sulit diprediksi.
"Walau demikian, paling tidak bitcoin adalah bluechip satu-satunya di aset kripto dan volatilitas tidak setinggi koin lainnya," imbuh Lukman.
Financial Expert Ajaib Kripto Panji Yudha mengamati, kenaikan bitcoin tidak terlepas dari dukungan aliran dari ETF bitcoin yang disetujui pada awal tahun ini. Bahkan, menurut data SoSo Value, aliran ETF bitcoin mengalami lonjakan arus masuk hingga US$997 juta dalam periode perdagangan 21 -25 Oktober 2024.
"Produk ETF berhasil menarik miliaran dolar ke pasar kripto, terutama setelah penundaan persetujuan di awal tahun. ETF kripto memberikan cara baru bagi investor institusi untuk masuk ke pasar kripto yang sebelumnya dianggap terlalu berisiko," ungkap Panji dalam risetnya, Selasa (30/10).
Panji menambahkan, momentum penguatan bitcoin juga terjadi menjelang pemilihan umum di Amerika Serikat pada 5 November mendatang. Pemilu AS diperkirakan akan berdampak positif pada aset kripto.
Selalin itu, kenaikan harga bitcoin dapat dikaitkan dengan sentimen “risk-on” di tengah ekspektasi bahwa suku bunga The Fed mungkin akan kembali memotong suku bunganya sebesar 25 bps pada FOMC 7 November, yang memberikan ruang bagi Bitcoin untuk terus bergerak naik.
"Lingkungan suku bunga rendah memungkinkan investasi berisiko seperti kripto lebih menarik karena biaya pinjaman yang lebih rendah. Ini pula yang membuat bitcoin dan altcoin akan naik signifikan dalam beberapa waktu ke depan," tutur Panji.
Baca Juga: Bitcoin Tembus US$70.000, Lonjakan Terbesar di Tengah Krisis Keuangan Global
Adapun berdasarkan data Coinmarketcap, Rabu (30/10) pukul 18.30 WIB, harga bitcoin berada di level US$72,150, naik sekitar 13,25% dalam sebulan dan harganya melonjak 70,65% (year to date/ytd) di sepanjang tahun 2024. Harga bitcoin kian mendekati level tertingginya di US$73.750 yang dicapai pada Maret lalu.
Sementara itu, per Rabu (30/10) sore, harga emas spot terpantau berada di level US$2.780 per ons troi yang sudah naik 4,55% dalam sebulan terakhir dan melesat sekitar 34,23% ytd. Sedangkan, harga emas Antam berada di posisi Rp 1.56 juta yang sudah naik sekitar 6,55% dalam sebulan dan melonjak 38,05% ytd.
Bila dibandingkan dengan pasar saham, emas dan bitcoin terlihat jauh lebih unggul. Dari sisi indeks saham, kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat hanya sebesar 0,09% dalam sebulan dan 4,08% ytd.
Selain itu, bila dikomparasi dengan salah satu emiten big caps seperti BBCA, kenaikan harga emas dan bitcoin juga masih lebih tinggi. Per Rabu (30/10), BBCA di posisi Rp 10.350 per saham yang harganya koreksi 1,43% dalam sebulan, tetapi naik harganya sekitar 10,11% ytd.
Menurut Lukman, emas dan bitcoin mungkin saat ini paling diunggulkan, di luar investasi saham. Untuk instrumen investasi lainnya seperti valuta asing masih diliputi kekhawatiran siklus pemangkasan suku bunga yang bisa melemahkan mata uang.
Tidak hanya Federal Reserve, namun bank sentral global lainnya seperti European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) kemungkinan juga bakal memangkas suku bunga. Namun dolar AS mungkin masih cukup kuat karena mata uang rival seperti Euro ataupun Poundsterling turut ditekan prospek suku bunga rendah.
Selain valas, trading di komoditas juga cukup suram untuk saat ini. Sebagai contoh, minyak mentah yang tengah merosot tajam ke level kisaran US$60 per barel. Kemungkinan harga minyak mentah juga bakal terus turun, apabila masih ada kendala dari sisi pasokan.
"Jadi untuk saat ini, sentimen sangat positif pada emas dan Bitcoin," sebut Lukman.
Perencana Keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto sepakat bahwa emas dan bitcoin punya daya tarik tersendiri. Hal itu karena kondisi yang tidak stabil sekarang, biasanya akan mendorong investor masuk ke investasi safe haven.
Baca Juga: Begini Proyeksi Pergerakan dan Sentimen untuk Obligasi Pemerintah
Dalam jangka panjang, emas masih sangat direkomendasikan sejalan dengan situasi global masih diliputi ketidakpastian imbas dari peperangan global ataupun disrupsi teknologi yang membuat ekonomi mencari keseimbangan baru.
"Emas bisa sebagai alat investasi pilihan saat ini. Selain produk alternatif investasi seperti barang koleksi dan tetap saham," ucap Eko saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (30/10).
Hanya saja, walaupun Bitcoin menawarkan potensi kenaikan harga yang tinggi, namun dianggap terlalu berisiko. Hal tersebut karena Bitcoin tidak memiliki aset dasar (underlying asset) yang jelas seperti emas ataupun obligasi.
Oleh karena itu, Eko lebih memilih emas dan obligasi untuk saat ini karena faktor aset yang mendasari. Untuk obligasi sendiri dipandang menarik karena kecenderungan suku bunga bakal turun yang bisa menciptakan potensi capital gain dari kenaikan harga obligasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News