Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 melesat 5,31%, level yang tertinggi di era pemerintahan Presiden Jokowi. Konsumsi rumah tangga jadi kontributor utama lonjakan Produk Domestik Bruto (PDB) tersebut.
Kontribusi komponen itu terhadap perekonomian mencapai 51,87%. Sepanjang tahun 2022, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,93%. Lebih tinggi dibandingkan level kenaikan 2,02% pada 2021, apalagi ketika konsumsi rumah tangga mengalami minus 2,63% pada tahun 2020.
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis Tambolang menyoroti, lonjakan konsumsi rumah tangga sejalan dengan rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang cenderung kembali ke level sebelum pandemi covid-19.
Tren inflasi yang relatif terjaga serta mobilitas masyarakat yang telah kembali normal, menjadi faktor penting pemulihan konsumsi. Kondisi ini menjadi angin segar bagi emiten di sektor barang konsumen primer (consumer non-cyclicals).
Baca Juga: Buka Gerai Baru Lagi, Cek Rekomendasi Saham Matahari Department Store (LPPF)
"Terlebih produk utama dari emiten di sektor ini adalah basic needs yang memang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari," kata Alrich kepada Kontan.co.id, Selasa (7/2).
Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo menambahkan, pemulihan konsumsi masyarakat cukup tergambar pada kinerja sebagian emiten barang konsumsi primer per kuartal ketiga 2022. Misalnya saja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), dan PT Champina Ice Cream Industry Tbk (CAMP).
Di tengah volatilitas pasar pada awal 2023, IDX Consumer Non-Cyclicals pun masih tahan banting. Pertumbuhan sektoral relatif stabil, dengan kenaikan 5,70% secara year to date.
"Menimbang beberapa katalis, menurut kami masih akan tumbuh," ujar Wisnu.
Equity Research Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti membeberkan sejumlah katalis penopang sektor barang konsumen primer pada tahun 2023. Pertama, tingkat inflasi yang terjaga, bahkan mengalami penurunan. Kedua, kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli. Ketiga, lonjakan konsumsi memasuki tahun politik.
"Kami lihat setidaknya di kuartal II-2023 akan mulai meningkat likuiditas di pasaran dengan belanja politik," ujar Desy.
Alrich menimpali, secara statistik satu tahun sebelum pelaksanaan Pemilu, terdapat peningkatan konsumsi masyarakat. Contohnya pada Pemilu 2019, setahun sebelumnya (2018) terdapat kenaikan rata-rata pengeluaran konsumsi bulanan sebesar 8,51%.
Pada tahun ini, ada potensi peningkatan belanja yang signifikan karena Pemilu legislatif dan presiden dilakukan serentak.
"Sentimen itu memperkuat revenue growth potential secara keseluruhan ke emiten terkait di sektor consumer non-cyclicals," terang Alrich.
Equity Research Analyst NH Korindo Sekuritas Indonesia Cindy Alicia Ramadhania menambahkan, katalis positif lainnya adalah harga bahan baku yang melandai. Hal ini bisa mempertebal margin emiten, yang pada tahun lalu terpangkas lonjakan harga komoditas.
"Bahan baku biasanya terkait dengan harga komoditas, seperti gandum. Kalau kita lihat dari harga komoditas itu sudah melandai turun dari harga tertingginya," imbuh Cindy.
Baca Juga: Bank Mandiri (BMRI) Akan Stock Split Saham, Berikut Rekomendasi Analis
Rekomendasi Saham
Sementara itu, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger MM, mengingatkan terkait tren kenaikan suku bunga yang terjadi pada 2022. Dampaknya berpeluang terasa pada tahun ini, sehingga laju pertumbuhan konsumsi bisa tertekan dibandingkan tahun lalu.
Tingkat inflasi pun masih berpotensi untuk melaju di sekitar 5,5%. Sehingga Roger memprediksi konsumsi rumah tangga pada tahun ini ada di level 4,8%. Meski begitu, Roger turut optimistis konsumsi rumah tangga tetap akan solid. Hal itu didorong oleh pengendalian inflasi serta kebijakan yang akomodatif dari pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
"Kebijakan fiskal tetap fokus untuk menjaga stabilitas harga. Pada saat yang sama BI tetap melakukan kebijakan pro-pertumbuhan," terang Roger.
Roger turut melihat, tahun politik akan meningkatkan konsumsi domestik. Saham emiten barang konsumen primer pilihan Roger adalah MYOR dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).
Cindy punya jagoan yang sama. Dia menilai saham ICBP dan MYOR cocok untuk investasi jangka panjang. Target harga ICBP ada di Rp 11.400. Sedangkan MYOR ada di Rp 2.900.
Alrich menyematkan rekomendasi buy untuk UNVR, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Target harga masing-masing ada di Rp 5.280, Rp 6.250, dan 7.000. Kemudian, buy on support PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dengan target harga Rp 1.380-Rp 1.415.
Sedangkan Desy menjagokan tiga segmen emiten di sektor ini. Saham pilihan Desy di perkebunan atau sawit adalah PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), dan PT Dharma Sayta Nusantara (DSNG).
Di segmen unggas atau poultry, Desy memilih saham JPFA dan CPIN. Lalu di segmen food & baverage, Desy merekomendasikan duo Indofood, INDF dan ICBP. Desy menilai saham-saham tersebut cocok untuk investasi jangka pendek hingga panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News