Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
SINGAPURA. Grup Bakrie saat ini tengah mencoba untuk menghindari gagal bayar (default) ke tiga atas utang perusahaannya dalam 16 bulan terakhir.
Kali ini, default utang membayangi PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Pasalnya, perusahaan batubara ini membutuhkan setidaknya tiga perempat suara dari pertemuan pemegang obligasi (bonholder) siang ini (20/6) di Singapura.
Berdasarkan memorandum yang dikirim kepada investor, pada Rapat Pemegang Obligasi tersebut, BUMI akan meminta persetujuan pemegang obligasi untuk memperpanjang convertible bonds yang jatuh tempo pada Agustus selama tujuh tahun ke depan. Sebelumnya, BUMI gagal membayar kupon pada 5 Juni lalu.
Dalam memorandum tersebut ditulis bahwa BUMI mengajukan perpanjangan jatuh tempo obligasi berkupon 9,25% itu menjadi Juli 2021. Selain itu, BUMI juga mengajukan untuk mengurangi kupon tahunan menjadi 7% dan mengubah harga konversi menjadi Rp 750 (US$ 0,06) dari sebelumnya Rp 3.366,9.
"Kasus BUMI tidak meyakinkan investor dan tidak membantu memperbaiki imej Indonesia di mata internasional," jelas Tobias Bettkober, investment adviser Holinger Asset Management AG di Zurich kepada Bloomberg.
Memang, belakangan, bisnis yang dijalankan BUMI terpukul oleh anjloknya harga batubara dan kenaikan suku bunga.
Jika BUMI mengalami default, maka hal itu akan menambah panjang daftar perusahaan Indonesia yang gagal membayar utangnya menjadi tujuh perusahaan. Termasuk di dalamnya PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dan PT Bakrieland Development Tbk yang gagal membayar utang obligasi mereka senilai US$ 1,53 miliar sejak 2008.
Sementara itu, Dileep Srivastava, Direktur BUMI mengatakan, isu mengenai keuangan BUMI berkaitan dengan lemahnya sentimen pada sektor batubara, rendahnya harga batubara, kenaikan harga BBM, dan kian menipisnya margin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News