Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
"Ini karena, perhitungan kinerja SRIL dalam bentuk dolar AS. Tetapi, perusahaan itu tampaknya sudah mengantisipasi kondisi tersebut dengan melakukan hedging," jelas Sukarno kepada Kontan, Selasa (14/1).
Baca Juga: Sritex (SRIL) percepat pelunasan surat utang senior yang jatuh tempo 2021
Di samping itu, juga penguatan rupiah juga bisa menjadi sentimen positif khususnya untuk permintaan dari domestik. Selain itu, beberapa biaya-biaya atas pembelian bahan baku menggunakan dolar AS, sehingga bisa menjadi keuntungan sendiri bagi SRIL.
"Kesimpulannya, penguatan rupiah saat ini tidak terlalu berdampak signifikan ke kinerja. Prospek SRIL ke depan tergantung target peningkatan ekspornya," ungkapnya.
Sukarno menjelaskan, upaya SRIL untuk meningkatkan kinerja ekspor sekaligus menjadi pendorong volume penjualan meningkat.
Adapun target ekspor yakni ke Amerika Serikat (AS). Kinerja emiten tekstil tersebut di sokong permintaan dari pelanggan asing, khususnya dari Amerika Serikat dan Amerika Latin yang tumbuh 191,39 yoy di kuartal III-2019 menjadi US$ 72,67 juta.
Adapun komposisi ekspor SRIL per September 2019 yakni 60,5% ke wilayah Asia, Eropa 15,2%, Amerika Serikat dan Amerika Latin 13,6%, Uni Emirat Arab dan Afrika 10,5% dan Australia 0,3%.
Baca Juga: Sri Rejeki Isman (SRIL) merampungkan pelunasan utang US$ 188 juta
Sebagai informasi, per September 2019 produsen tekstil tersebut berhasil membukukan laba bersih 2,45% year on year (yoy) menjadi US$ 72,22 juta, dari capaian sebelumnya US$ 70,49 juta.
Peningkatan tersebut ditopang oleh kenaikan angka penjualan sebanyak 17,16% menjadi US$ 895,08 juta, dari capaian periode yang sama tahun lalu yakni US$ 763,95 juta