Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dollar Amerika Serikat (AS) terus menunjukan keperkasaannya. Sepanjang semester I-2017, mayoritas mata uang Asia melemah terhadap USD. Dari 11 mata uang negara Asia, hanya peso dan dollar Hongkong yang berhasil menguat di hadapan the greenback pada paruh pertama tahun ini.
Meski begitu, rupiah mencatat prestasi sendiri. Rupiah masih termasuk mata uang dengan kurs kuat di kawasan Asia. Sepanjang semester satu, mata uang Garuda cuma turun 0,82%.
Berdasarkan laporan terbaru DBS Asian Insight, sejumlah mata uang Asia mengalami penurunan volatilitas, seiring kondisi ekonomi dan politik AS yang juga sempat bergejolak. "Rupiah sebenarnya cukup konsisten. Meski melemah, rentang pergerakannya stabil dan minim fluktuasi," kata Anthonius Edyson, Research & Analyst Astronacci International kepada KONTAN, Selasa (4/7).
Hal inilah yang membuat posisi mata uang Garuda masih lebih baik ketimbang mata uang Asia lainnya. Sejumlah sentimen positif dalam negeri menopang pergerakan rupiah tahun ini. Di antaranya ada amnesti pajak, tingkat inflasi dalam negeri yang stabil, hingga surplus neraca perdagangan yang positif.
Cadangan devisa juga stabil di atas US$ 100 juta. "Dari teknikal pun rentangnya tidak jauh dari Rp 13.000Rp 13.400 per dollar AS dalam enam bulan pertama," jelas Anthonius.
Namun rencana The Fed menaikkan suku bunga setidaknya satu kali lagi bisa kembali mengangkat dollar AS. Research & Analyst Monex Investindo Futures Agus Chandra menyebut, ada dua mata uang yang berpotensi melanjutkan pelemahan di paruh kedua 2017, yakni yen dan yuan. Sebab, kedua mata uang tersebut juga masih bergelut dengan kekhawatiran perlambatan ekonomi.
Meski begitu, mata uang Asia masih berpotensi menguat terhadap dollar AS pada paruh kedua tahun ini. Agus memprediksi, mata uang negara-negara di kawasan Asia bisa kembali menguat terhadap USD bila European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) mengetatkan kebijakan moneternya. Jika Inggris dan Eropa benar menaikkan suku bunga, maka dapat laju penguatan dollar AS akan terhambat.
Nah, di enam bulan terakhir tahun ini, para pengamat memprediksi mata uang dollar AS masih berpotensi menguat terhadap mata uang negara-negara di kawasan Asia. Ekonom DBS menilai minat investor terhadap risiko berinvestasi di pasar AS masih cukup tinggi dan belum akan berbalik membuat pasar tertekan. Meski begitu, fundamental negara-negara Asia juga cukup bagus, sehingga mata uang Asia akan cenderung bergerak sideways.
DBS mempertahankan rekomendasi overweight untuk China, Hong Kong dan Filipina, serta netral untuk Indonesia. Sementara rekomendasi untuk Thailand underweight. Agus memprediksi kurs rupiah di akhir tahun akan berada di kisaran Rp 13.200-Rp 13.400 per dollar AS. Sementara Anthonius menghitung kurs rupiah akan berada di kisaran Rp 13.300-Rp 13.500 per dollar AS di pengujung tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News