Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Dolar Amerika Serikat (AS) bergerak fluktuatif di akhir pekan ini, namun tetap berada di jalur pelemahan bulanan kelima berturut-turut, seiring kekhawatiran pasar atas ketidakpastian kebijakan perdagangan dan kondisi fiskal Negeri Paman Sam.
Indeks dolar yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama dunia naik 0,3% ke level 99,58 pada Jumat (30/5) sore.
Namun, untuk bulan Mei, indeks ini masih mencatat penurunan tipis 0,10%, memperpanjang tren merah sejak Januari, rekor terpanjang sejak 2017.
Baca Juga: Rupiah Spot Menguat 0,05% ke Level Rp 16.289 per dolar AS pada Jumat (30/5) Siang
Kinerja dolar tertekan oleh drama tarif Presiden Donald Trump yang masih bergulir di pengadilan.
Setelah sempat diblokir oleh pengadilan dagang, pengadilan banding pada Kamis (29/5) mengembalikan pemberlakuan tarif besar-besaran tersebut.
Trump berharap Mahkamah Agung akan memperkuat kebijakan ini dan berencana memakai wewenang eksekutif lainnya untuk memastikannya tetap berlaku.
“Berita-berita ini membuat AS menjadi tempat yang kurang menarik bagi investor asing,” ujar Kit Juckes, Kepala Strategi FX Societe Generale.
Baca Juga: Harga Emas Turun Dipicu Penguatan Dolar AS, Investor Menanti Rilis Data Inflasi AS
Investor Pindah ke Aset Alternatif
Ketidakpastian tersebut mendorong pelaku pasar mengalihkan dana ke aset yang lebih stabil.
Imbasnya, dolar melemah terhadap euro, poundsterling, dan franc Swiss untuk bulan ini, meskipun euro sempat terkoreksi 0,4% pada Jumat ke US$ 1,1325 pasca data inflasi Jerman yang bervariasi.
Sementara itu, yen Jepang stabil di 143,93 per dolar, setelah inflasi inti Tokyo naik ke level tertinggi dalam dua tahun. Meski demikian, yen tercatat melemah untuk pertama kalinya sepanjang tahun ini terhadap dolar.
Sebaliknya, indeks mata uang pasar berkembang mencatat kenaikan sekitar 2% sepanjang Mei, menjadi kenaikan bulanan terbesar sejak November 2023.
Baca Juga: Lini Masa: Bagaimana Perang Dagang Donald Trump Menjungkirbalikkan Ekonomi Global
Fokus Pasar: Data Inflasi dan Defisit Fiskal
Pasar kini menanti rilis data inflasi pilihan The Fed, yakni Personal Consumption Expenditures (PCE), yang diperkirakan naik 2,2% secara tahunan pada April, turun tipis dari 2,3% pada Maret.
Data ini penting karena menjadi acuan utama kebijakan suku bunga AS.
Di sisi lain, kekhawatiran terhadap tingginya defisit fiskal AS dan Jepang juga muncul ke permukaan, ditandai dengan lemahnya permintaan terhadap surat utang jangka panjang yang baru diterbitkan di kedua negara.
“Bahaya terbesar berikutnya bisa datang dari dampak tarif terhadap harga impor,” tambah Juckes, seraya menyebut bahwa efeknya baru akan terasa dalam beberapa bulan ke depan.
Selanjutnya: Promo Guardian 29 Mei-11 Juni 2025, Tambah Rp 1.000 Dapat 2 Sunscreen Anak
Menarik Dibaca: Promo Guardian 29 Mei-11 Juni 2025, Tambah Rp 1.000 Dapat 2 Sunscreen Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News