Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sejumlah mata uang mayor bergerak fluktuatif ditengah tekanan yang melanda kurs dolar Amerika Serikat (AS). Aksi perang tarif dan arah kebijakan moneter patut dicermati hingga akhir tahun 2025.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana menilai, koreksi pada kinerja dolar AS dipicu oleh meningkatnya tensi perang dagang yang mengganggu supply chain secara global dan ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed sebanyak dua kali pada tahun 2025.
Berdasarkan data Trading View, pada akhir sesi perdagangan Jumat (21/3) indeks dolar (DXY) berada di 104 atau menguat tipis 0,40% dalam sepekan dan menurun 2,77% selama sebulan.
Sementara itu, sejumlah mata uang utama seperti Franc Swiss justru mengungguli 0,19% dalam sepekan dan 2,22% selama sebulan.
Mata uang seperti Yen, Euro dan Poundsterling kompak tertekan dibawah 1% dalam sepekan. Tetapi, secara bulanan, ketiganya bergerak mengungguli dolar AS dengan masing-masing persentase 1,82%, 3,60%, dan 2,57%.
Baca Juga: Pasar Keuangan Hingga Tren Rupiah Diproyeksikan Masih Tertekan di Kuartal II-2025
European Central Bank (ECB) diperkirakan akan memangkas suku bunga lebih cepat dari pada Federal Reserve (Fed). Prediksinya, dimulai sekitar bulan depan. Sementara The Fed baru akan memulai pada pertengahan tahun ini.
“Jadi, ini ada peluang atau potensi apresiasi dolar terhadap euro,” ungkap Fikri kepada Kontan.co.id, Jumat (21/3).
Dalam eskalasi terbaru kebijakan tarif Trump, pasca terdapat beberapa penundaan dalam implementasi, ini memungkinkan mata uang lain seperti CAD menguat kedepannya.
Kendati demikian, Fikri menaruh optimisme besar pada mata uang (kurs) jepang, mengingat data inflasi negara tersebut masih terbilang tinggi. Bank of Japan (BoJ) diperkirakan akan meningkatkan suku bunga atau mempertahankan suku bunga tinggi. Ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi mata uang negara sakura tersebut.
“Sejauh ini, JPY masih akan terus apresiatif terhadap dolar. Apalagi, penguatan ini sudah terbilang signifikan sejak September tahun lalu. Jadi, saya rasa, mata uang ini masih cukup layak untuk dikoleksi kedepannya,” ujar Fikri.
Sejak akhir tahun 2024, mata uang jepang ini menguat hingga 5%. Bahkan, BoJ sudah menaikkan suku bunga sebesar 25bps ke level 0,05% pada awal tahun 2025. Langkah yang kontras jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede juga meyakini bahwa Yen jepang akan terus bergerak apresiatif, mengingat masih terjaganya ekspektasi kenaikan suku bunga BoJ ditahun ini.
“Suku bunga yang tinggi atau potensi kenaikan ini akan mendorong semakin menyempitnya gap interest rate differential antara negara-negara maju lainnya. Sehingga arus masuk dalam negeri akan meningkat,” tutur Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (21/3).
Sepanjang bulan Maret serta kuartal l 2025, pergerakan dari mata uang global cenderung menguat secara umum terhadap Dolar AS, akibat dari ekspektasi resesi di AS sebagai dampak dari kebijakan tarif di AS.
“Perlemahan Dolar AS terhadap mata uang global masih berpotensi terjadi di jangka pendek, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap resesi di AS,” tutup Josua.
Baca Juga: Rupiah Diperkirakan Melemah di Awal Pekan, Ini Sebabnya
Selanjutnya: Momen Lebaran Dongkrak Permintaan Dana Tunai, MUF Siapkan Strategi
Menarik Dibaca: Komunitas Kampus Saham Gencar Edukasi Investasi Saham Bertanggungjawab
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News