Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan tetap tangguh sampai akhir tahun ini di tengah rencana pemangkasan suku bunga. Prospek the greenback dipandang masih lebih baik dibandingkan mata uang pesaingnya.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong memandang, dolar AS masih akan lebih kuat terhadap rival seperti poundsterling (GBP) ataupun euro (EUR) karena secara ekonomi dan tingkat suku bunga AS lebih baik daripada kedua negara/kawasan tersebut. Bank of England (BOE), European Central Bank (ECB) dan Federal Reserve diperkirakan akan sama-sama memangkas suku bunga acuan dua kali masing-masing sebesar 25 bps hingga akhir tahun 2024. ECB sudah sekali memangkas suku bunga di Juni.
“Jadi dengan ekspektasi suku bunga ketiga bank sentral itu dipangkas dengan besaran yang sama, maka suku bunga the Fed masih tetap tertinggi,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (31/7).
Dolar Australia (AUD) juga kurang lebih sentimennya sama tetapi mengalami tekanan tambahan dari data-data ekonomi China yang lemah. Sementara itu, yen Jepang (JPY) mendekati 150 per dolar AS setelah Bank of Japan (BOJ) mengerek suku bunga jangka pendek ke 0,25%. Level ini kurang lebih sudah priced-in dengan langkah BOJ.
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Menguat 0,16% ke Rp 16.294 Per Dolar AS, Rabu (31/7)
Lukman menambahkan, JPY bisa menguat lebih lanjut jika ada pengetatan lanjutan. Tetapi timing pengetatan suku bunga BoJ sulit ditebak, mengingat sebelumnya perubahan kebijakan terjadi dalam jeda waktu yang sangat lama.
Menurut Lukman, indeks dolar AS (DXY) kemungkinan akan mengakhiri tahun ini di kisaran 106-107 dari posisi saat ini di kisaran 104,4. Selain faktor ekonomi, dolar mungkin akan disokong oleh faktor geopolitik dan perang. Eskalasi di Timur Tengah akhir-akhir ini bisa mendukung permintaan dolar AS sebagai lindung nilai (safe haven).
Teranyar, Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dikabarkan tewas dalam serangan di Iran yang diduga pelakunya adalah Israel pada Rabu (31/7). Sentimen ini dapat meningkatkan kembali tensi geopolitik yang biasanya meningkatkan permintaan dolar sebagai aset safe haven.
Baca Juga: Emas Diproyeksi Capai Rekor Baru, Didukung Penurunan Suku Bunga & Konflik Geopolitik
Perpolitikan menjelang pilpres AS, kekhawatiran janji-janji kampanye seputar perang dagang dengan China, Taiwan dan sebagainya juga bisa kembali memicu inflasi di AS dan menahan rencana the Fed untuk memangkas suku bunga.
Sementara itu, Lukman menyoroti, rupiah masih akan berada di atas Rp 16.000 per dolar AS walau diuntungkan oleh potensi suku bunga acuan The Fed yang lebih rendah. Data-data ekonomi China akhir ini yang mengecewakan akan sangat menekan rupiah maupun mata uang regional.
“Investor juga cenderung mengekang investasi ketika ada perubahan rezim pemerintahan, jadi mereka cenderung akan wait and see mengharapkan kepastian dari presiden terpilih Prabowo,” pungkas Lukman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News