Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina |
JAKARTA. Lama jadi emiten kelas teri, PT Dyviacom Intrabumi Tbk (DNET) tiba-tiba melontarkan rencana aksi korporasi besar. DNET berhasrat beralih lini bisnis usaha dari teknologi informasi ke investasi barang konsumsi (consumer goods). Apa saja yang akan mereka lakukan?
Demi merealisasikan rencana itu, DNET bersiap menggalang dana dari pasar modal. Dalam prospektus yang dirilis, Selasa (23/4), DNET akan menjual 14 miliar saham baru lewat skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue. Dengan harga pelaksanaan rights issue Rp 500 per saham, DNET berpotensi meraih Rp 7 triliun.
Bertindak sebagai pembeli siaga adalah PT Terra Konsuma Investama dan PT Buana Capital. Namun belum jelas, apakah Buana Capital kelak akan memegang sendiri saham DNET atau hanya berperan sebagai kustodian.
Pieter Tanuri, pemilik PT Philadel Terra Lestari (PTL) yang menguasai 72,45% saham DNET sekaligus Komisaris Utama Buana Capital, belum bersedia menjelaskan investor strategis lain yang siap menyerap saham rights issue DNET. "Tunggu saja tanggal mainnya," kata dia kepada KONTAN, Selasa (23/4).
Sesuai dengan motif peralihan lini bisnis usaha, maka dana hasil rights issue itu akan DNET gunakan untuk mengakuisisi tiga perusahaan yang jauh lebih besar. Pertama, 28,55% dana rights issue atau sekitar Rp 1,99 triliun diperuntukkan bagi akuisisi 35,84% saham PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemilik jaringan restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC).
Kedua, DNET menganggarkan Rp 2,13 triliun atau 30,45% dari total rights issue untuk menguasai 31,5% saham PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI), penguasa pasar roti nasional melalui merek dagang Sari Roti.
Ketiga, DNET mengalokasikan Rp 2,64 triliun atau 37,65% dana rights issue untuk membeli 40% saham PT Indomarco Prismatama, pemilik jaringan minimarket Indomaret.
Pieter menuturkan, ada beberapa alasan yang mendasari aksi korporasi ini. DNET ingin memberikan nilai tambah kepada investor dengan beralih ke bisnis ritel dan restoran yang memang sedang booming alias moncer.
Langkah akuisisi DNET atas tiga perusahaan itu murni investasi. "Untuk itulah, kami akan investasi di tiga perusahaan consumer goods bagus dengan portofolio berbeda," kata Pieter.
DNET tak berencana kembali menambah kepemilikan sahamnya agar bisa mengkonsolidasikan tiga perusahaan itu. Emiten saham ini juga tidak berniat mengendalikan tiga perusahaan tersebut dengan cara mengubah jajaran manajemen perusahaan yang diakuisisi.
Kendati begitu, langkah ekspansi DNET tidak berhenti sebatas pada akuisisi ROTI, KFC dan Indomaret. DNET akan mencari target penyertaan modal berikutnya. DNET, lanjut Pieter, tidak membatasi status perusahaan yang menjadi target akuisisi.
Ke depan, DNET akan mensinergikan bisnis teknologi informasinya dengan tiga anak usaha barunya itu. Saat ini, DNET memiliki dan mengembangkan situs e-commerce, ogahrugi.com.
Sejauh ini, performa bisnis teknologi informasi DNET memang jauh dari menjanjikan. Tahun lalu, pendapatan DNET turun 24,19% menjadi Rp 13,93 miliar. Laba bersihnya bahkan turun 53,2% menjadi Rp 220,83 juta.
Reza Nugraha, analis MNC Securities menilai, DNET hanya menjadi kendaraan satu atau beberapa investor besar, untuk berinvestasi di tiga perusahaan target akuisisinya. Dalam keadaan normal, aset DNET yang mini, tidak memungkinkan akuisisi tiga entitas targetnya tersebut.
Akuisisi ini jelas akan meningkatkan daya tarik DNET di mata investor. Namun, investor perlu mencermati dampak akuisisi DNET ini bagi porsi saham publik di ROTI dan FAST. Mungkin saja, ke depan porsi saham publik akan kian tergerus.
Selasa (23/4), harga DNET ditutup tidak bergerak dari Rp 580 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News