Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah mematangkan aturan disgorgement fund atau dana penggantian kerugian investor akibat pelanggaran hukum yang dilakukan terhadap undang-undang pasar modal.
Nantinya, penerapan disgorgement fund akan memberikan sanksi ataupun denda kepada emiten yang melakukan fraud atau kecurangan. Sanksi berupa denda dana yang nantinya akan dibagikan kepada pihak yang mengalami kerugian, termasuk investor.
Baca Juga: IHSG anjlok 1,21% ke 5.082 ke pada akhir perdagangan Jumat (24/7), asing lepas TLKM
Namun, alih-alih memberikan solusi bagi investor, Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan aturan anyar ini berpotensi menimbulkan kebingungan bagi pelaku pasar. Salah satu sebabnya adalah masih mengawangnya definisi mengenai bentuk kerugian yang bisa diganti menggunakan disgorgement fund.
“Saya khawatir nantinya justru menimbulkan kesan bahwa seluruh kerugian nantinya akan diganti. Kalau misalnya IHSG turun, saham investor juga turun, apakah nanti akan diganti?,” ujar Teguh saat dihubungi Kontan.co,id, Jumat (24/7).
Teguh mengatakan, sebenarnya saat ini sudah ada aturan untuk mengganti kerugian yang dialami investor. Salah satunya adalah Indonesia Securities Investor Protection Fund atau Indonesia SIPF (PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek). Namun menurut Teguh, aturan ini kurang berjalan maksimal.
“Jadi sebenarnya bukan di peraturannya, tetapi implementasinya bisa berjalan atau tidak. Implementasikan yang sudah ada saja. Jangan bikin lagi aturan yang baru tetapi justru membuat bingung,” sambung dia.
Baca Juga: IHSG tumbang 0,91% ke 5.098 di akhir sesi I, Jumat (24/7)
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada juga menilai, akan lebih baik bagi OJK untuk menggodok dan mematangkan baik-baik aturan ini. Misalkan, disgorgement fund ini diambil dari dana apa dan milik siapa saja.
Reza juga menegaskan, perlu adanya aturan yang tegas dan tidak multitafsir terkait definisi tindakan yang dikategorikan melanggar aturan pasar modal. Definisi ini juga berlaku untuk kerugian yang dialami investor agar menghindari adanya oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan aturan ini.
“Apakah memang kerugian tersebut disebabkan kesalahan sendiri atau memang akibat perbuatan yang melanggar hukum. Jika tidak ada aturan yang jelas, bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum,” ujar Reza kepada Kontan.co.id, Kamis (23/7).
Ke depan, Teguh berharap agar OJK mematangkan dan menegaskan definisi dari perbuatan yang dikategorikan melanggar peraturan pasar modal. Dus, dia menyarankan OJK agar melakukan sosialisasi dan juga survei kepada masyarakat. Barulah ketika masyarakat mulai memahami, peraturan tersebut bisa dikerjakan.
Baca Juga: IHSG terjungkal, simak rekomendasi saham-saham berikut
Teguh mencontohkan, kala pemerintah mengumumkan adanya relaksasi kredit cicilan, kemudian timbul mispersepsi dan kesalahpahaman di masyarakat yang seakan-akan pemerintah membebaskan masyarakat dari cicilan.
Namun, dengan sosialisasi yang menggandeng lembaga pinjaman dan juga perbankan, akhirnya kini masyarakat memahami bahwa pemerintah hanya memberikan relaksasi.
Terakhir, Teguh menegaskan pentingnya bagi OJK untuk memperkuat fungsi pengawasan dan pencegahan. Sebab, maraknya kasus pelanggaran dalam pasar modal yang berhasil dikuak justru mengindikasikan kurangnya pencegahan yang dilakukan oleh OJK.
Baca Juga: Trisula Corporation donasikan masker, APD hingga kasur rumah sakit untuk Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News