kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Direktur GTIS kabur bawa dana nasabah


Selasa, 05 Maret 2013 / 07:58 WIB
Direktur GTIS kabur bawa dana nasabah
ILUSTRASI. Nilai tukar rupiah.KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Rizki Caturini, Dina Farisah, Agus Triyono | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Manajemen Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) akhirnya mengakui bahwa dana nasabah dibawa kabur bekas direktur utamanya, Taufiq Michael Ong. Pengelola GTIS akan melaporkan Michael Ong ke polisi.

Namun, GTIS belum mau menyebut total dana nasabah yang dibawa kabur Michael Ong. Azidin, Dewan Penasihat GTIS, menyatakan belum menghitung dana nasabah yang dibawa kabur, maupun detail jumlah dana nasabah di GTIS dan tunggakan bonus.

Pengurus baru GTIS pun masih dia rahasiakan. Asal tahu saja, kemarin (4/3), GTIS menggelar rapat umum pemegang saham sekaligus memilih pengurus baru GTIS.

Azidin hanya menjamin bahwa GTIS memiliki cukup dana untuk membayar bonus dan tagihan kepada nasabah. Ia menyatakan, GTIS telah mendapatkan seorang investor besar dari dalam negeri yang bersedia membayar penggantian dana.

Siapa investor itu? Lagi-lagi Azidin merahasiakannya. "GTIS ini sudah berjalan bagus, makanya investor mau masuk," kata Azidin. Dengan dasar itu pula dia akan menjalankan bisnis GTIS seperti sedia kala.

Seorang nasabah GTIS asal Jembatan Tiga yang mengaku bernama Udin, berharap janji-janji GTIS bukan angin surga. "Kami berharap apa yang dijanjikan kepada kami bisa segera diberikan," kata Udin.

Beroperasi tanpa izin

Persoalannya, masih ada hal lain yang bisa mengganjal GTIS. Sejauh ini, GTIS beroperasi hanya berdasarkan izin perdagangan syariah Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan belum mengantongi izin regulator yang berkompeten.

Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional MUI, Adiwarman Karim menjelaskan, sejumlah perusahaan yang menawarkan investasi emas, termasuk GTIS dan Raihan Jewellery, memang presentasi di Badan Syariah Nasional (BSN) MUI. Mereka berniat menjalankan bisnis jual beli emas dan investasi berskema syariah. Itu sebabnya, mereka meminta sertifikasi syariah dari MUI.

Menurut Adiwarman, MUI meminta mereka melengkapi izin perdagangan dari Kementerian Perdagangan (Kemdag), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Para pengelola investasi itu menyanggupi dan berjanji melengkapi berbagai izin tersebut.

Nyatanya, mereka tak pernah mengurus izin tersebut kendati sudah menjerat ribuan nasabah yang kini menjadi korban. Kemdag dan Bappebti tegas-tegas menolak pernah menerbitkan izin bagi Raihan Jewellery dan GTIS.

Arlinda Imbang Jaya, Kepala Humas Kemdag mengungkapkan, perusahaan investasi emas hanya berbekal surat izin usaha perdagangan (SIUP) yang diterbitkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah. Mereka juga hanya berbekal surat dan rekomendasi MUI di perdagangan emas berbasis syariah. Kepala Bappebti, Syahrul Sampurnajaya menegaskan, bisnis Raihan maupun GTIS bukan merupakan ranah Bappebti.

Terlepas dari kesimpangsiuran izin, Adiwarman menilai praktik penyedia investasi emas berbasis syariah itu melanggar beberapa hal. Pertama, mereka tak memiliki izin, dan baru ketahuan setelah memakan ribuan korban.

Kedua, jika menjalankan perdagangan emas seperti toko emas, mereka harus memiliki ahli emas. Nyatanya, mereka tak memilikinya. Ketiga, mereka menjual emas dengan skema nasabah tak memegang emas fisik. Ini berisiko bagi nasabah.

Singkat kata, "Ini pelajaran bagi BSN MUI untuk tidak begitu saja percaya dengan perusahaan sejenis ini lagi, jika belum lengkap izinnya," kata Adiwarman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×