Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Munculnya pengaturan perpajakan kepada industri kripto di Indonesia menandakan sudah matangnya pertumbuhan industri kripto di Tanah Air. Hal ini disampaikan oleh CEO Indodax, Bappebti, dan Aspakrindo dalam acara perayaan ulang tahun Indodax yang ke-10 pada 27 Februari 2024.
Selaku pelaku industri kripto di Indonesia, CEO Indodax, Oscar Darmawan, mengungkapkan bahwa pemberlakuan pajak ini memberikan beban finansial yang sangat berat bagi para investor kripto. Total jumlah pajak yang harus disetorkan setiap bulan bahkan melebihi pendapatan para pelaku industri.
“Saat ini terdapat berbagai jenis pajak aset kripto yang dikenakan di Indonesia yaitu PPh sebesar 0,10%, PPN sebesar 0,11%, dan tambahan 0,02% untuk biaya bursa, deposito, dan kliring.," ucap Oscar dalam siaran pers, Sabtu (2/3).
Baca Juga: Prabowo Unggul di Quick Count, Investor Dinilai Tidak Perlu Kocok Ulang Portofolio
Terlebih lagi, lanjut Oscar, jika bertransaksi menggunakan stablecoin seperti USDT, akan dikenakan penggandaan pajak. Menurut Oscar, banyaknya jenis pajak yang dikenakan, membuat jumlah total pajak yang harus dibayarkan oleh investor menjadi mahal dan berpotensi mematikan industri kripto di Indonesia.
Maka dari itu, menurut Oscar selaku salah satu pelaku industri yang memiliki exchange crypto terbesar di Indonesia, industri ini membutuhkan sebuah trigger atau pemicu untuk merangsang pertumbuhannya.
Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan melakukan peninjauan kembali besaran nominal pajak kripto di Indonesia dengan menghapus besaran PPn dan hanya dikenakan PPh.
Baca Juga: Perlakuan Pajak Tinggi Menurunkan Minat Investor Bertransaksi Kripto di Indonesia
“Karena dalam waktu dekat industri kripto dari Bappebti akan dialihkan ke OJK, artinya kripto akan menjadi bagian dari industri keuangan. Maka dari itu, tidak tepat jika masih dikenakan PPn dan diharapkan pajaknya bisa menjadi 0,1%,” ucap Oscar.
Tirta Karma Senjaya, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, mengatakan jika lebih dari 50% pajak fintech dihasilkan oleh pajak kripto.
“Memang adanya pengenaan pajak di industri kripto dapat menambah pendapatan negara kurang lebih Rp 259 miliar. Pajak kripto pun berkontribusi lebih dari 50 persen dalam industri fintech. Regulasi ini lahir untuk mengatur, bukan mengekang ataupun menghambat. Namun ternyata adanya regulasi ini dalam implementasinya berdampak di pasar dan menambah biaya yang harus dibayarkan oleh investor”, ucap Tirta.
Tirta juga mengakui bahwa adanya pengenaan pajak dalam industri kripto ini perlu dilakukan pertimbangan kembali.
Baca Juga: Ketua MPR Bambang Soesatyo Dorong Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan Pajak Hiburan
“Saat ini banyak investor kripto yang bertransaksi di global. Maka dari itu, memang perlu diadakan evaluasi dan pertimbangan kembali atas pengenaan pajak ini. Harapannya, dari total pajak yang dikenakan saat ini, investor kripto bisa dikenakan setengahnya saja”, ucap Tirta.
Tirta juga mengatakan jika evaluasi ini harus dilakukan bersama-sama antara asosiasi, regulator, dan para pelaku usaha.
"Karena industri ini masih embrio, penting juga untuk memperhatikan peluang pertumbuhan. Terlebih lagi, industri kripto akan menjadi salah satu bagian dari sektor keuangan. Oleh karena itu, diperlukan audiensi bersama-sama Bappebti, OJK, Dirjen Pajak, pelaku industri, hingga asosiasi untuk menentukan nominal pajak yang sesuai," ucap Tirta.
Baca Juga: Perlakuan Tarif Pajak Kripto yang Sesuai Bisa Dorong Pertumbuhan Industri Kripto
Hal senada dikatakan Asih Kerniangsih, Direktur Eksekutif Asparkrindo, bahwa satu hal yang perlu diperhatikan dari dampak pengenaan pajak ini adalah daya saing exchange crypto di Indonesia.
"Pengenaan pajak membuat para investor kripto di Indonesia beralih untuk bertransaksi ke luar negeri. Oleh karena itu, perlu penyesuaian untuk mencegah hal tersebut karena dapat berdampak pada daya saing exchange crypto dalam negeri. Terlebih aset kripto akan menjadi salah satu bagian dari sektor keuangan," ucap Asih.
Demikian, Oscar Darmawan menekankan urgensi dilakukannya evaluasi ulang terhadap pengaturan perpajakan ini, melibatkan para pemangku kepentingan di industri kripto.
Hal ini dilakukan dengan tujuan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan industri dan daya saing. Kolaborasi antara pihak terkait menjadi kunci utama dalam mencapai kesepakatan yang dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News