kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dicap kartel, emiten ban tetap muter


Senin, 12 Januari 2015 / 08:22 WIB
Dicap kartel, emiten ban tetap muter


Reporter: Sinar Putri S.Utami, Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan enam produsen ban terbukti melakukan kartel. Mereka adalah PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal Tbk, PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Elang Perdana Tyre Industry, dan PT Industri Karet Deli.

Keenam perusahaan itu terbukti membuat kesepakatan penetapan harga dan mengatur produksi dan atau pemasaran ban untuk kendaraan roda empat yang digunakan sebagai ban mobil penumpang untuk ring 13 hingga ring 16 dalam periode tahun 2009-2012. Sebagai ganjarannya, masing-masing perusahaan terkena denda Rp 25 miliar.

Kondisi tersebut langsung direspons para investor. Terbukti, saat Kamis (8/1) sehari setelah pengumuman KPPU, harga saham PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) dan PT Goodyear Indonesia Tbk (GDYR) kompak memerah. Saat itu, harga saham GJTL melorot 3,17% menjadi Rp 1.260 per saham. Sementara saham GDYR turun 0,31% menjadi Rp 16.200 per saham.

Para analis menilai, perkara yang menjerat kedua emiten, GJTL dan GDYR tak terlalu berpengaruh terhadap performa kinerja perusahaan. Denda tersebut terbilang kecil. Analis yakin, para emiten bisa membayar tanpa mengganggu kinerja.

Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri, mengatakan, hasil keputusan KPPU hanya akan menjadi isu jangka pendek. Dan benar saja, Jumat (9/1), harga saham GJTL misalnya, menguat 3,17% menjadi Rp 1.300 per saham. Sementara harga saham GDYR stagnan di Rp 16.200 per saham. Menurut dia, cara tersebut kerap dilakukan perusahaan.

"Perjanjian atau kerjasama antar-produsen sebenarnya wajar dilakukan di tengah persaingan," ujar dia.

Analis Danareksa Sekuritas, Joko Sogie menambahkan, di pasar oligopoli biasa terjadi pengaturan harga. Tidak hanya dalam industri ban, juga industri lain, seperti semen, telekomunikasi, dan sebagainya. Pengaturan harga ini biasa dilakukan oleh pemain besar.

Ke depan, para pemain di industri ban akan menghadapi persaingan ketat pasar domestik. Produsen ban kelas atas seperti Brigdestone dan Goodyear menawarkan harga menarik untuk mendorong permintaan. Sementara pemain baru seperti Hankook mengadopsi strategi pemasaran agresif untuk meraih pangsa pasar.

Diuntungkan rupiah

Analis MNC Securities Reza Nugraha menambahkan, perusahaan domestik, seperti GDYR, GJTL, dan PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) mendapat keuntungan tersendiri dari nilai tukar rupiah yang masih melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Maklum, para emiten masih mengandalkan ekspor sebagai pendapatan utama.

Penjualan ban GJTL misalnya sekitar 60%-70% menyasar pasar luar negeri. Sementara penjualan ekspor di kuartal III-2014 tumbuh 27% year one year (yoy).

Tak hanya itu menurut David N Sutyanto, Analis First Asia Capital, GJTL cukup mumpuni di pasar pabrikan alias original equipment manufacturer (OEM). Biasanya ban milik GJTL dipakai untuk mobil MPV dan LCGC. Emiten ban juga diuntungkan dengan harga bahan baku ban terutama karet yang turun. Sehingga biaya produksi perusahaan bisa tertekan.

Bagi para analis menilai, pertumbuhan industri ban justru akan menghadapi tantangan dari faktor lain. Yang paling utama menurut Reza adalah bisnis otomotif yang masih akan flat. "Saya memperkirakan paling tidak industri otomotif tahun ini hanya tumbuh 3-4% atau hanya 1,2 juta unit yang terjual," kata Reza.

Melihat hal itu, keduanya memprediksikan, pertumbuhan otomotif pun akan cenderung stagnan. Selain itu, persaingan usaha masih akan terus mewarnai industri ini. Untuk itu, menurut Kiswoyo, produsen ban harus memperhatikan tiga hal agar dapat bertahan. Ketiga hal tersebut yakni harga, kualitas dan insentif bagi para distributor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×