Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) berencana mengakuisisi tambang emas Ravenswood lewat cucu usahanya, Golden Investments (Australia) II Pte Ltd yang membentuk perusahaan patungan Mining Gold Group Ply Ltd (Topco) bersama Raven Gold Nominee Pty Ltd.
Selama ini, aktivitas penambangan DSSA hanyalah penambangan batubara. Dengan akuisisi ini maka bisnis DSSA melebar ke penambangan emas. Adapun tambang emas Ravenswood per 31 Desember 2019 menghasilkan sekitar 54.000 ons emas. Total sumber daya emas yang dimiliki hingga 5,92 juta ton dan cadangan emas 2,74 juta ton per Juni 2019. Jika berjalan sesuai rencana, proses akuisisi ditargetkan akan selesai pada 31 Maret 2020.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony menilai, akuisisi tambang emas ini akan membuat DSSA lebih stabil. Sebab, emiten ini tidak hanya bertopang dari satu jenis komoditas saja. "Ditambah lagi, satu tahun ini harga emas meningkat sehingga dapat membantu DSSA meningkatkan pendapatan," kata Chris kepada Kontan.co.id, Jumat (17/1).
Baca Juga: Anak usaha Dian Swastatika Sentosa (DSSA) mengakuisisi tambang emas
Tidak jauh berbeda dengan Chris, analis BCA Sekuritas Achmad Yaki berpendapat, akuisisi tersebut akan berdampak positif bagi DSSA. "Portofolio bisnisnya lebih variatif tidak terlalu tergantung harga batubara," kata Yaki, Jumat (17/1).
Dia menambahkan, karena akuisisi yang dilakukan melalui anak usaha di Singapura maka konsolidasinya akan terjadi di anak perusahaan tersebut.
Asal tahu saja, selain DSSA ada beberapa emiten lain yang mendiversifikasi usahanya, seperti PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Indika Energy Tbk (INDY). Berdasar data yang dihimpun Kontan.co.id, kedua emiten tersebut mendiversifikasi usaha ke tambang emas dari sebelumnya yang mengandalkan penambangan batubara saja.
Baca Juga: Kurang likuid, saham Dian Swastatika (DSSA) direkomendasikan wait and see
Melihat hal ini, Chris menganggap emiten-emiten tersebut memiliki bisnis yang cukup baik, terutama untuk UNTR. Berkaca dari kinerja di 2019, Chris menilai lini bisnis penambangan emas bisa menjadi penopang ketika pendapatan alat berat dan batubara terkoreksi. "Dapat meningkatkan laba UNTR karena penambahan porsi pendapatan dari penambangan emas," katanya lagi ketika dihubungi Kontan.co.id.
Berdasar laporan keuangan per kuartal III 2019, UNTR membukukan pendapatan hingga Rp 65,60 miliar, naik 5,60% year on year dari tahun sebelumnya Rp 62,12 miliar. Adapun pendapatan dari penambangan emas berkontribusi 8,94% atau setara Rp 5,87 miliar.
Sedangkan INDY menambang emas lewat proyek Emas Awak Mas dan baru akan beroperasi 2022. Adapun perkiraan cadangan ore yang ada sebesar 1,1 juta ons dan sumberdaya sebesar 2 juta ons di Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Saham perbankan dan pertambangan banyak diburu asing sejak awal tahun
"Indika Energy percaya bahwa Nusantara memiliki prospek tinggi untuk menjadi satu proyek emas yang signifikan di Indonesia," kata Head of Corporate Communication Indika Energy Leonardus Herwindo ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (17/1). INDY menilai, emas adalah sektor pertambangan prospektif dan memiliki peluang yang baik serta strategis untuk Indika Energy dalam mendiversifikasi bisnis.
Saat ini kepemilikan INDY secara langsung dan tidak langsung di Nusantara Resources Ltd mencapai 21,02% dari total keseluruhan saham. NUS merupakan perusahaan investasi pertambangan mineral yang mengembangkan proyek tambang emas Awal Mas.
Baca Juga: Bisnis Alat Berat United Tractors (UNTR) Masih Lambat, Begini Rekomendasi Analis
Chris merekomendasikan buy untuk saham UNTR dengan target harga Rp 28.000. Untuk saham INDY dan DSSA, Chris menyarankan untuk wait and see terlebih dahulu.
Yaki menyarankan untuk buy saham INDY dengan support range Rp 1.125 hingga 1.175. Rekomendasi untuk UNTR adalah buy on support Rp 20.300 hingga Rp 20.600. "DSSA wait and see, susah untuk trading karena kurang likuid," kata Yaki, Jumat (17/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News