kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Di balik membengkaknya volume transaksi saham BEKS


Rabu, 14 September 2016 / 08:10 WIB
Di balik membengkaknya volume transaksi saham BEKS


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pergerakan harga saham PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk yang sebelumnya bernama PT Bank Pundi Tbk (BEKS) menarik perhatian pasar. Muncul indikasi adanya jual beli palsu atau fake demand and supply atas saham ini.

Pada Jumat (9/9), sempat muncul posisi volume jual (offer) atas 2,1 miliar lot saham BEKS pada level harga Rp 53 per saham. Total offer tersebut mencapai Rp 11,1 triliun. Volume ini setara dengan 210 miliar saham. Padahal, saham beredar BEKS hanya 46,17 miliar saham.

Jika ada pergerakan semacam ini, umumnya selalu ada pihak yang menjadi bandar yang mampu menggerakan saham tersebut. Belum jelas siapa bandar yang dimaksud. Investor sempat bertanya-tanya siapa di balik pergerakan saham BEKS yang fenomenal itu.

Rosan Roeslani yang disebut-sebut memiliki saham BEKS mengaku tidak mengetahui aktivitas transaksi ini. "Saya hanya pemegang saham minoritas," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (13/9).

Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menjelaskan kepada KONTAN, ada sejumlah pihak yang ingin mengambil keuntungan di balik isu rights issue BEKS. Hal ini yang memicu pergerakan saham BEKS seperti beberapa hari terakhir.

Menurut dia, kesalahan terjadi sejak awal diperolehnya restu rights issue BEKS dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Diizinkan untuk rights issue di bawah harga autoreject bawah itu sebenarnya sudah salah," imbuhnya.

Pada 5 Agustus 2016, BEKS menggelar penawaran umum terbatas (PUT) tahap IV. Berdasarkan prospektus, Banten Global Development (BGD), mengambil alih hak Recapital untuk mengeksekusi 21,7 miliar saham BEKS.

Harga pelaksanaan PUT sebesar Rp 18,35 per saham. Pasca PUT IV BGD memiliki 35% saham BEKS. Aksi penambahan modal dilanjutkan dengan pelaksanaan PUT V. BEKS menerbitkan prospektus ringkas PUT V pada 22 Agustus 2016.

BEKS belum menyebutkan jumlah saham dan target perolehan dana rights issue. Rights issue ini akan meminta restu rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 28 September.

Pada keterbukaan 6 September, BEKS mengumumkan penundaan RUPSLB hingga pemberitahuan lebih lanjut. Satrio melanjutkan, rights issue yang dilakukan di bawah harga minimal pasar reguler Rp 50 per saham akan menguntungkan pihak yang mengeksekusi dalam aksi korporasi tersebut. Sebab, harganya bergerak dan terus meninggi.

"Perdagangan saham yang harganya di bawah Rp 50 itu hanya bisa dilakukan di pasar negosiasi. Ketika dari pasar negosiasi lalu lari ke pasar reguler itu untung banget," tutur Satrio.

Bagi investor ritel, pergerakan ini juga berpotensi merugikan. Apalagi bagi investor yang hanya sekadar mengikuti tren kenaikan harga tanpa paham betul fundamental.

Bursa Efek Indonesia (BEI) terus memantau pergerakan saham BEKS. Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Anggota Bursa Hamdi Hassyarbaini mengatakan, sistem pengawasan bursa memiliki beberapa alert alias peringatan, salah satunya alert untuk fake demand and supply semacam ini.

"Alert ini akan menangkap order beli atau jual yang palsu atau fake, artinya order yang sekadar dipasang tapi kemudian di-cancel," ujar Hamdi.

Namun, pergerakan saham BEKS pada akhir pekan lalu belum sampai mendorong saham BEKS masuk kategori unusual market activity (UMA). Saham BEKS masuk UMA terakhir kali pada 10 Agustus lalu.

Pada Jumat pekan lalu, tepatnya pada pukul 9.41 WIB, harga BEKS mulai bergerak dari Rp 50 ke Rp 51. Pada menit ini terjadi volume terbesarnya sepanjang hari.

Pada pukul 9.44 WIB, harga BEKS mencapai puncak di level Rp 54, lalu langsung turun lagi ke level Rp 52. Pada pukul 10.02 WIB, harganya kembali naik ke Rp 53 dan bertahan selama tujuh menit, sebelum akhirnya kembali lagi ke level Rp 51-Rp 52 sampai penutupan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×