kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45937,81   9,46   1.02%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Defisit transaksi berjalan akan jadi faktor penekan utama rupiah


Rabu, 21 Maret 2018 / 20:25 WIB
Defisit transaksi berjalan akan jadi faktor penekan utama rupiah
ILUSTRASI. Nilai tukar rupiah


Reporter: Grace Olivia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lesunya mata uang rupiah di hadapan sejumlah mata uang utama lainnya juga dipengaruhi faktor internal. Terutama, neraca transaksi berjalan (current account) dalam negeri yang masih mencatat defisit. Justru, tahun ini diproyeksi akan lebih besar dari sebelumnya.

Sejak awal tahun hingga Rabu (21/3). mata uang Garuda tak cuma melemah terhadap dollar AS. Rupiah juga loyo di hadapan mata uang utama dunia lain, seperti euro yang secara year to date (ytd) sudah turun 3,89%.

Sementara, terhadap poundsterling rupiah melemah 5,66% ytd. Adapun, penurunan yang cukup dalam terjadi pada nilai tukar rupiah terhadap yen yaitu sebesar 7,34% ytd.

Begitu pun terhadap mata uang negeri tetangga, seperti dollar Singapura. Pasangan SGD/IDR sejak awal tahun sudah turun 3,19%. Di hadapan ringgit Malaysia, rupiah juga loyo dan tercatat melemah 4,26% ytd.

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai sentimen yang paling signifikan dari domestik yang menyebabkan ini terjadi adalah posisi neraca transaksi berjalan yang terus defisit. Tahun lalu, defisit transaksi berjalan mencapai 1,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau senilai US$ 17,3 miliar.

Tahun ini, defisit transaksi berjalan malah diperkirakan akan lebih besar lagi yaitu di kisaran 2%-2,1% dari PDB. Bengkaknya defisit disebabkan pertumbuhan impor tahun ini diprediksi lebih besar dibandingkan pertumbuhan ekspor.

"Transaksi berjalan kita masih defisit, sementara negara lain sudah pada surplus. Ini menunjukkan kebutuhan dollar AS kita masih sangat tinggi sehingga sangat sensitif ketika ada sentimen atau gejolak seperti sekarang ini," jelas Josua.

Selain itu, besarnya kepemilikan asing di pasar keuangan Indonesia juga turut mempengaruhi lemahnya rupiah. Misal, kepemilikan asing terhadap surat berharga negara Indonesia masih sekitar 40%, "sedangkan di Malaysia, kepemilikan asingnya cuma kisaran 20%," kata Josua.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail, sependapat, besarnya porsi dana asing di Indonesia membuat mata uang rupiah lebih rentan terhadap sentimen eksternal. Sentimen kenaikan suku bunga acuan AS, misalnya.

"Sebenarnya sebagian besar mata uang terkena dampak, tapi lebih terasa ke rupiah karena keluarnya dana asing yang besar dari pasar saham maupun obligasi," pungkas Mikail.

Dia juga menilai, naiknya tingkat impor di tahun ini sulit dihindari. Pasalnya, ada kebutuhan pembangunan infrastruktur yang masif serta potensi aktivitas produksi dan konsumsi membaik.

Meski begitu, Mikail memproyeksi di akhir kuartal-I 2018 ini rupiah masih dapat terjada di level Rp 13.750 per dollar AS. Taik beda jauh, Josua menebak rupiah akan menutup kuartal pertama nanti di posisi Rp 13.700 per dollar AS.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×