Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Ekonom The Development Bank of Singapore (DBS) Research Group, Gundy Cahyadi, memperkirakan penguatan kurs dollar AS terhadap mata uang global akan terus terjadi, sehingga mengakibatkan pelemahan rupiah berkepanjangan yang harus diantisipasi Bank Indonesia.
"Itu karena dampak pasar finansial global. Penguatan dollar AS terus berlanjut, seiring dollar Amerika juga menguat ditambah sejumlah bank sentral juga mulai melemahkan nilai mata uangnya terhadap dollar AS," kata Gundy, Rabu (25/2).
Gundy menuturkan memang sinyalemen perang kurs dalam perekonomian global semakin terlihat setelah Bank Sentral Eropa (Europan Centra Bank/ECB) dan Bank Sentral Jepang (BoJ) memulai pelonggaran kebijakan moneternya yang diikuti sejumlah bank sentral dari Kanada, Australia, Singapura, bahkan India.
Dampak terhadap kurs rupiah sudah terlihat sejak akhir 2014, dimana rupiah yang saat itu berada di level Rp11.500 terus melemah hingga saat ini yang di kisaran Rp12.900.
Pelemahan kurs secara global terhadap dollar AS tersebut, menurut Gundy, dilakukan untuk memberikan stimulus kepada ekspor, terutama ekspor sektor manufaktur.
Sayangnya, kata Gundy, pemerintah Indonesia tidak memiliki kesempatan untuk memanfaatkan pelemahan rupiah tersebut karena harga komoditas ekspor andalan yang masih lesu, di samping turunnya permintaan negara-negara mitra dagang.
"Jadi kita tidak dapat membiarkan rupiah itu terus melemah, karena tidak efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Di sisi lain, menurut Gundy, BI telah menopang "real exchange rate" (RER) rupiah, sehingga meskipun melemah terhadap dollar AS, rupiah tetap kompetitif dibandingkan mata uang asing lainnya.
"Secara implisit, BI menyadari. Maka itu, rupiah sejatinya masih cukup kuat dalam 'basket' mata uang global. Tapi tetap saja rupiah harus dijaga agak tidak semakin melemah," ujarnya.
Gundy mengatakan jika BI gagal menjaga kurs rupiah terhadap dollar dan mata uang asing lainnya, kata Gundy, dampak negatifnya akan sangat terasa pada laju pertumbuhan ekonomi. Jika, rupiah terus melemah dan melampaui Rp13 ribu per dollar AS, maka laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin jauh dari target 5,7 % seperti dalam APBN-P 2015.
"Rupiah tidak bisa terlalu melemah karena bisa jadi bumerang untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," ucap dia.
DBS Research Group, kata Gundy, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 ini bisa 5,4-5,5 %.
Gundy menekankan BI memang harus fokus pada tugas dan fungsinya untuk menjaga stabilitas pasar keuangan. Salah satunya dengan mempertahankan kebijakan moneter bias ketat di tengah berbagai tekanan ekonomi domestik dan global.
Sementara, pemerintah harus konsisten menjalankan reformasi struktural ekonomi dan mengoptimalkan ruang fiskalnya untuk menggencarkan pembangunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News