kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Data ritel AS naik, kok Wall Street turun?


Selasa, 14 Mei 2013 / 07:26 WIB
Data ritel AS naik, kok Wall Street turun?
ILUSTRASI. Monday Blues adalah emosi negatif yang dirasakan pada awal minggu bekerja yaitu hari Senin


Sumber: Bloomberg |

NEW YORK. Saham-saham Amerika Serikat terkoreksi setelah indeks acuannya menanjak ke rekor terbaik pekan lalu. Aksi jual terjadi bahkan setelah data pemerintah menunjukkan penjualan ritel AS naik di April.

Indeks Dow Jones terpangkas 0,18% ke 15.091,68. Setiap lima saham yang naik, ada tujuh saham yang turun. Sedangkan Indeks Standard & Poor's 500 mendatar, terangkat  0,07 poin saja ke 1.633,77. Sementara total transaksi mencapai 5,3 miliar saham, kemarin (13/5). Jumlah ini 16% lebih rendah dibandingkan volume rata-rata tiga bulan terakhir.

"Jelas bahwa pasar masih berjalan, pertanyaannya apakah ekonomi akan terus tumbuh untuk mendukung kenaikan saham," kata Frank Braddock, Senior Portofolio Manager JHS Capital Advisors di Columbia.

Pemerintah AS melaporkan penjualan ritel naik 0,1% di April lalu. Angka ini membaik dari penurunan 0,5% di Maret. Bahkan perbaikan ini tak diduga karena para ekonom dalam survei memprediksi penjualan ritel bakal turun 0,3%.


Indeks S&P 500 reli ke rekor pada 10 Mei lalu. Selama tiga pekan pekan, indeks acuan AS tersebut reli sehingga tahun ini sudah mencetak kenaikan 15%.

Seperti tahun 1990-an?

Jika dihitung sejak Maret 2009, indeks S&P 500 rata-rata naik 26,2% per tahunnya. Kenaikan ini sama dengan yang terjadi selama 50 bulan pada tahun 1990-an, saat bubble saham-saham teknologi terjadi.

Bedanya, saat ini, saham-saham dalam S&P 500 diperdagangkan 18,6 kali laba tahunannya. Sedangkan di tahun 1990-an, reli menyebabkan saham-saham ditransaksikan dengan harga 25,7 kali laba tahunannya.

Bagi kaum bullish, valuasi ini menunjukkan bahwa saham masih akan menanjak.

Sebaliknya, kaum bearish melihat PER S&P itu sebagai ketidakpercayaan investor akan ekonomi AS dan pertumbuhan laba bersih emiten. Mereka juga mencatat bahwa ketika return saham setinggi ini, bubble saham teknologi pecah dan lebih dari US$ 5 triliun terhapus dari bursa AS.

"Bukan ukuran reli ini yang membuat saya terbangun di malam hari, waktu itu reli yang terjadi juga besar. Saya tidak tidak gugup karena reli saat ini, tapi karena kita belum sampai seperti valuasi yang terjadi pada tahun 1990-an," kata Paul Zemsky, Head of Asset Allocation ING Investment Management.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×