Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang cenderung membaik dalam beberapa waktu terakhir, sukses membuat dollar AS menguat terhadap kebanyakan mata uang utama dunia. Salah satu yang takluk di bawah keperkasaan dollar AS adalah poundsterling.
Mengutip Bloomberg pada perdagangan Jumat (17/1), pergerakan GBP/USD tercatat meradang atau turun 0,49% ke level 1.3016. Analis HFX Internasional Berjangka Ady Panghestu menilai, pelemahan tersebut masih akan berlanjut di awal pekan (20/1).
Baca Juga: Tertekan penguatan dolar AS, begini prediksi EUR/USD
Menurutnya, terdapat beberapa sentimen yang masih akan menekan pergerakan GBP/USD. Dari sentimen sentimen fundamental, Bank Sentral Inggris (BoE) diharapkan mengambil keputusan untuk memangkas suku bunga acuannya. Apalagi, menimbang kebanyakan komentar dari Gubernur BOE Mark Carney cenderung masih dovish.
Sementara itu, angka lapangan pekerjaan yang tersedia di Negeri Ratu Elisabeth tersebut cenderung terbatas, bahkan menurun. Alhasil, tingkat inflasi masih jauh di bawah target BOE yakni 2%.
"Selain itu, urusan Brexit juga belum selesai, diikuti ambisi pemerintah Inggris untuk menyetujui perjanjian perdagangan bebas tahun ini," jelasnya.
Asal tahu saja, tingkat suku bunga BOE saat ini masih di level 0,75%, di mana Bank Sentral masih akan menunda untuk melakukan pelonggaran moneter, kecuali ada penurunan tambahan dari sektor tenaga kerja.
Baca Juga: Menanti arah Bank Sentral Jepang, pasangan USD/JPY diprediksi sideways
Di sisi lain, ekonomi Amerika Serikat (AS) justru telah membaik dalam beberapa bulan terakhir. Ini berkat melunaknya ketegangan perang dagang antara AS dengan China yang ditunjukkan lewat penandatanganan kesepakatan dagang fase pertama pekan lalu.
Mulusnya negosiasi fase pertama yang berujung pada kesepakatan tersebut, sekaligus memberikan ruang bagi Bank Sentral AS (The Fed) untuk melanjutkan stimulus monter. Harapannya, akan ada pemangkasan suku bunga acuan The Fed hingga tiga kali di tahun ini.
"Kesepakatan perdagangan juga diharapkan akan membawa kebaikan, khususnya perbaikan pada sektor manufaktur AS," ungkap Ady.
Di sisi lain, belanja investasi tetap lunak dan diperkirakan tidak akan meningkat secara signifikan di 2020. Ini mengingat kemapanan yang masih berkelanjutan dan ketidakpastian politik pada pemilihan Presiden mendatang.
Untuk jumlah angka pekerjaan AS, Ady dianggap masih sehat terlihat dari laporan terakhir NFP. Sedangkan untuk data pasar perumahan AS, diyakini bakal menjadi barometer pertumbuhan 2020. Apalagi, tingkat hipotek jauh lebih rendah dari 12 bulan yang lalu, sekaligus menjadi pendorong peningkatan data perumahan Negeri Paman Sam tersebut.
Secara teknikal, pergerakan GBP/USD bergerak di kisaran level psikologis yakni 1,3000. Di mana, indikator MACD berada di bawah garis netral, dengan histogram yang muncul pada sisi negatif, sehingga sinyal untuk jual sudah terlihat.
Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh indikator RSI yang berada di zona negatif sekaligus menandakan akan ada penurunan lebih lanjut. Sedangkan untuk pergerakan stochastic cenderung lebih sensitif dalam memberikan sinyal dan saat ini berada di zona oversold.
Baca Juga: Analis: Aset berisiko semakin menarik seiring perekonomian global yang membaik
"Akan ada sedikit banyak retest dan rebound pada harga 1,3000. Pergerakan harga di bawah moving average (MA)50, MA120 dan MA200, di mana dari struktur grafik lebih condong turun dan semua indikator memberikan dukungan pada price action," jelasnya.
Ady merekomendasikan sell untuk pasangan GBP/USD pada perdagangan Senin (20/1). Untuk sementara level psikologis tersebut bakal menjadi level area support. Untuk kemudian harga bergerak untuk menguji support terdekat 1,2950; 1,2925 dan 1,2900. Adapun untuk level resistance berada di kisaran 1,3050; 1,3075 dan 1,3100.
"Kuncinya, jika harga cenderung di bawah 1,3000 akan terjadi penurunan lanjutan. Jika masih bergerak rata-rata di atas 1,3000 hingga Rabu (22/1), maka GBP/USD kemungkinan akan sideway, tapi acuannya masih sell," tandasnya.
Baca Juga: Pecundangi Ringgit Malaysia, Rupiah Paling Perkasa di Asia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News