Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs rupiah bergerak dalam jalur yang positif pada awal pekan ini. Mengutip Bloomberg, rupiah terapresiasi 0,13% ke level Rp 14.250 per dollar AS pada Senin (10/6). Adapun kurs tengah rupiah di Bank Indonesia menguat 1,07% ke level Rp 14.231 per dollar AS.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, penguatan rupiah didorong oleh data ekonomi AS yang gagal menemui ekspektasi ketika dirilis akhir pekan lalu. Ambil contoh data non-farm payroll AS di bulan Mei yang hanya tumbuh di level 75.000 atau lebih rendah dari ekspektasi pasar di level 177.000.
“Potensi penurunan suku bunga acuan oleh The Fed makin besar seiring pelemahan data ekonomi AS ditambah situasi perang dagang yang tak menentu,” ungkap dia.
Selain itu, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh kenaikan peringkat utang Indonesia menurut S&P dari BBB- menjadi BBB pada akhir bulan lalu. Karena ada momen libur lebaran di awal bulan Juni, sentimen tersebut baru terefleksikan ke pergerakan rupiah pada awal pekan ini.
Penguatan rupiah berpotensi berlanjut pada perdagangan besok, namun dalam rentang yang lebih terbatas. Pasalnya, para pelaku pasar masih mencermati perkembangan perang dagang antara AS dan China.
Apalagi, AS sempat memberikan ancaman kenaikan tarif impor tambahan kepada produk asal China sebesar US$ 300 miliar.
Selain itu, Gubernur Bank Sentral China baru-baru ini juga menyatakan bahwa peluang berlanjutnya kebijakan devaluasi yuan tetap terbuka. “Depresiasi yuan ini dilakukan untuk menjaga nilai ekspor China di tengah perang dagang,” tambah Josua.
Dengan demikian, Josua memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.200—Rp 14.300 per dollar AS pada perdagangan Selasa (11/6).
Ia menambahkan, berkaca pada sentimen-sentimen yang terjadi belakangan ini, level yang wajar bagi kurs rupiah dalam jangka pendek dan menengah masih di kisaran Rp 14.000 per dollar AS.
Mata uang garuda dianggap masih akan kesulitan untuk menguat hingga di bawah level tersebut. Hal ini disebabkan adanya ancaman pelebaran defisit neraca transaksi berjalan dalam waktu dekat.
“Potensi tersebut cukup besar mengingat neraca dagang Indonesia defisit hingga US$ 2,5 miliar di bulan April lalu,” papar Josua.
Hasil tersebut diperkirakan dapat menahan dampak dari beberapa sentimen positif yang mengarah ke pasar keuangan Indonesia, termasuk terhadap rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News