Reporter: Petrus Sian Edvansa | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Cadangan devisa Indonesia yang membaik tak mampu menyelamatkan rupiah. Di pasar spot, Jumat (7/10), valuasi mata uang garuda terkikis 0,02% jadi Rp 12.989 per dollar Amerika Serikat (AS). Sejalan, di kurs tengah Bank Indonesia, kurs rupiah terpeleset 0,008% dan harus kembali ke level Rp 13.000 per dollar AS.
Menurut David Sumual, Ekonom Bank Central Asia (BCA), data klaim pengangguran negeri Uwak Sam yang membaik jadi biang keladi nilai tukar rupiah tergelincir. Angka pengangguran di AS yang menurun juga memberi sinyal positif bagi indeks dollar di pasar global.
Data klaim pengangguran yang dirilis Jumat (7/10) pagi waktu Indonesia menyebutkan, pada pekan terakhir September 2016, jumlah pengangguran di AS adalah 249.000 orang, menyusut 5.000 orang dari minggu sebelumnya yang berjumlah 254.000 orang. Angka pengangguran tersebut juga lebih rendah dari konsensus para analis.
Selain data AS, David juga melihat pasar dunia sedang was-was terkait realisasi keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa atawa Brexit. "Pernyataan Presiden Prancis yang bernada hawkish juga membuat investor meninggalkan euro dan beralih ke dollar AS," tambahnya.
Lebih lanjut Agus Chandra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, mengatakan, valuasi rupiah di awal pekan depan bakal dipengaruhi data non-farm payroll AS yang keluar Sabtu (7/10) pagi.
Awal pekan depan, rupiah bisa berharap dari sentimen cadangan devisa negara kita yang per akhir September lalu naik dari US$ 113,5 miliar jadi US$ 115,7 miliar.
David memprediksikan, rupiah bakal bergerak di rentang Rp 12.950–Rp 13.050 per dollar AS sepanjang pekan depan. Sementara, proyeksi Agus, pekan depan nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp 12.900–Rp 13.100.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News