Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BRI Danareksa Sekuritas menilai terdapat sejumlah sektor yang berpotensi bertumbuh tahun ini. Dalam laporan terbarunya, Selasa (26/4), Equity Research Division Head BRI Danareksa Sekuritas, Helmy Kristanto, menuliskan terdapat setidaknya enam sektor yang dinilai atraktif dan paling disukai tahun ini.
Pertama adalah perbankan. Bank dinilai menjadi penerima manfaat terbesar dari kembali normalnya perekonomian. Helmy mengasumsikan adanya pertumbuhan laba bersih 15,1% secara year-on-year (yoy) untuk sektor perbankan tahun ini.
Proyeksi terebut terutama didukung oleh pertumbuhan pinjaman sebesar 9,2%.
Kedua, sektor konsumsi. Kembalinya daya emiten barang konsumsi dalam hal pricing power akan menguntungkan emiten di sektor ini, seiring dengan dibukanya kembali aktivitas ekonomi yang memperkuat daya beli.
Baca Juga: IHSG Menguat, Asing Bukukan Net Buy Jumbo Rp 19,4 Triliun pada Selasa (26/4)
Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) melaporkan adanya permintaan yang solid menjelang musim perayaan Ramadan di kuartal kedua 2022.
Ketiga, properti. Sikap bullish Helmy terhadap sektor properti disebabkan oleh faktor kebijakan makroekonomi yang mendukung, harga komoditas yang tinggi, serta meningkatnya pembeli investor.
Keempat adalah sektor telekomunikasi. Katalis bagi sektor ini datang dari perayaan Ramadan dan Lebaran, yang menjadi periode paling produktif untuk jaringan 4G+. Emiten telko juga diuntungkan dari mobilitas mudik Lebaran yang diekspektasikan kembali ke level sebelum Covid-19, sehingga elastisitas harga menjadi lebih rendah.
Kelima, sektor retail. Emiten ritel dengan segmentasi menengah dan menengah ke atas akan mendapatkan manfaat paling banyak pada semester kedua 2022, terutama didorong oleh permintaan dan mobilitas masyarakat yang lebih kuat dan kembali ke tingkat pra-pandemi.
Baca Juga: IHSG Diperkirakan Tembus Level 7.750 hingga Akhir Tahun, Ini Pendorongnya
Keenam, sektor komoditas. Harga nikel terus naik dan stabil di atas USD$ 30.000 per ton setelah tekanan jual sejak London Metal Exchanges (LME) melanjutkan perdagangan nikel setelah dilakukan penutupan sementara.