Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kembali menguat usai merosot dalam lima perdagangan beruntun. BREN mengawali pekan ini dengan kenaikan 3,08% ke level Rp 6.700 per saham pada Senin (14/10).
BREN mengakumulasi penurunan sedalam 43,10% sebulan terakhir. Di posisi puncaknya, BREN sempat bertengger pada level Rp 11.900 per saham, sebelum terjun akibat terseret sentimen pencoretan dari indeks Financial Times Stock Exchange (FTSE) Russell.
Bersamaan dengan anjlok harga saham, kapitalisasi pasar (market cap) BREN terpangkas ke bawah level Rp 1.000 triliun. Meski begitu, BREN masih kokoh di rangking kedua market cap terbesar di Bursa Efek Indonesia, dengan nilai Rp 896,37 triliun.
Henan Putihrai Sekuritas (HPS) Research melihat saham BREN sedang berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, keputusan FTSE Russell mengeluarkan BREN dari indeksnya dan aksi borong saham oleh Prajogo Pangestu yang mengurangi free float menciptakan sentimen negatif di pasar.
Di sisi yang lain, BREN memiliki peluang untuk bangkit melalui proyek panas bumi (geothermal) yang ambisius dan momentum kebijakan energi hijau di Indonesia.
"Investor kini dihadapkan pada dilema, mengikuti sentimen pasar yang negatif atau melihat potensi fundamental BREN dalam jangka panjang," ungkap HPS Research yang dikutip Kontan.co.id, Senin (14/10).
Baca Juga: Saham-Saham Big Cap Ini Berpeluang Menguat Usai Tertekan, Cek Rekomendasi Sahamnya
Laporan ini menyoroti pencoretan BREN dari indeks FTSE yang berpotensi menekan harga saham dan likuiditas dalam jangka pendek. Selain itu, aksi borong saham oleh Prajogo Pangestu menambah kompleksitas dalam menganalisis saham BREN. Antara ada nilai intrinsik yang belum tercermin di pasar, atau ada motivasi strategi lain di balik aksi Prajogo.
Direktur & Corporate Secretary Barito Renewables Energy Merly sebelumnya menyampaikan bahwa aksi Prajogo menambah kepemilikan saham BREN didasari oleh keyakinan dan bentuk dukungan untuk melaksanakan ekspansi atau pengembangan usaha di sektor energi baru dan terbarukan.
Bos Grup Barito itu telah menambah kepemilikan sebanyak 26.611.600 saham BREN pada 2 Oktober dan 3 Oktober 2024.
Belum lama ini, anak usaha BREN yakni Star Energy Geothermal mengumumkan rencana peningkatan kapasitas 102,6 Megawatt (MW). Strategi ekspansi ini dilakukan dengan meningkatkan kapasitas Star Energy Geothermal melalui proyek retrofitting dan penambahan kapasitas baru.
"Barito Renewables memiliki komitmen kuat untuk terus menggarap sektor energi baru terbarukan. Oleh karena itu, kami tetap optimistis atas kontribusi perusahaan,” kata Merly dalam keterbukaan informasi 3 Oktober lalu.
HPS Research pun melihat ekspansi panas bumi tersebut bisa memoles prospek BREN. Rencana ekspansi hingga 102,6 MW tersebut diestimasikan menelan investasi sekitar US$ 346 juta.
Proyek ini mencakup pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) baru dan peningkatan kapasitas PLTP yang sudah ada, seperti Salak dan Wayang Windu.
Pengembangan PLTP tersebut berpotensi mendongkrak kinerja BREN, dengan proyeksi hingga Rp 4,7 triliun pada tahun 2025 dan laba bersih mencapai Rp 1,6 triliun. HPS Research menyoroti tiga faktor yang bisa mengangkat performa BREN.
Pertama, peningkatan kapasitas produksi. Penambahan kapasitas PLTP akan meningkatkan volume penjualan listrik. Kedua, harga listrik yang kompetitif. Harga listrik dari sumber energi terbarukan, termasuk panas bumi diprediksi akan semakin kompetitif dibandingkan dengan energi fosil.
Ketiga, kontrak jangka panjang. BREN telah mengamankan kontrak penjualan listrik jangka panjang dengan PT PLN (Persero), sehingga bisa memberikan kepastian pendapatan. Dus, dengan berbagai faktor tersebut HPS Research menilai berinvestasi di saham BREN saat ini memiliki tingkat risiko dan peluang yang sama besar.
Risiko utama adalah sentimen pasar yang negatif dan likuiditas yang terbatas. "Namun, peluang yang ditawarkan oleh proyek geothermal dan momentum energi hijau juga menarik. Investor perlu melakukan analisis yang cermat dan menentukan strategi investasi yang sesuai dengan profil risiko mereka," tandas HPS Research.
Sementara itu, Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menilai secara teknikal pelaku pasar bisa mempertimbangkan strategi buy on weakness pada posisi BREN saat ini. Apalagi jika nantinya ada aksi lanjutan dari Prajogo Pangestu yang akan kembali membawa daya tarik bagi pasar.
Bagi yang tertarik menerapkan strategi buy on weakness, Daniel menyarankan agar cermati support di level Rp 6.375. Resistance terdekat berada di area Rp 7.000, untuk target harga di level Rp 8.000 per saham.
Pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat sentimen negatif dari pencoretan BREN pada indeks FTSE sudah cenderung memudar. "Jikapun masih ada, tidak signifikan lagi," kata Budi kepada Kontan.co.id, Senin (14/10).
Budi memandang BREN berpeluang terpapar katalis positif dari rebalancing indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI). BREN berpotensi masuk ke indeks MSCI pada periode evaluasi Oktober ini, asalkan tidak ada aral melintang atau kejadian luar biasa lainnya.
Baca Juga: Prajogo Pangestu Tambah Kepemilikan Saham BREN, Ini Kata BEI
Budi menyoroti, hal yang bisa menjadi batu sandungan adalah langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memeriksa dugaan indikasi perdagangan semu pada saham BREN. Adapun, pemeriksaan BREN ini sebelumnya disampaikan dalam jawaban tertulis pada Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menyatakan bahwa OJK melakukan analisis atas pergerakan harga saham sesuai prosedur yang berlaku untuk mendeteksi adanya ketidakwajaran.
"OJK melakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan mendalam, termasuk memeriksa indikasi adanya perdagangan semu atau manipulasi pasar lainnya," kata Inarno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News