Sumber: CNBC | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Pasar saham Amerika di Wall Street ditutup turun, Kamis (24/8), jelang pertemuan di Jackson Hole. Namun, koreksi indeks menipis setelah sektor ritel rebound.
Mengutip CNBC, Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun 28,69 poin atau 0,13% ke level 21.783,40. Lalu, indeks S&P 500 melandai 5,07 poin atau 0,21% menjadi 2.438,97. Nasdaq melemah 7,08 poin atau 0,11% ke posisi 6.271,33.
Saham sektor ritel rebound, karena pendapatan perusahaan tidak seburuk yang dikhawatirkan. ETF The SPDR S & P Retail (XRT) naik 0,9%, sejalan penguatan saham Abercrombie & Fitch, PVH Corp., Williams-Sonoma, Sears Holdings dan Perry Ellis. Sebelumnya, saham ritel telah terpukul sepanjang tahun ini, karena investor mengkhawatirkan keuntungan peritel. XRT bahkan telah merosot 11%.
"Menurut pendapat saya, semua peritel tahu bahwa kuartal kedua akan lebih baik dari pada kuartal pertama, namun pasar lupa," kata Jan Rogers Kniffen, CEO J Rogers Kniffen WWE, seperti dilansir CNBC. "Beberapa rilis kinerja pendapatan sangat buruk, tapi masih lebih baik dari perkiraan," imbuhnya.
Perhatian pasar juga fokus menantikan hasil simposium tahunan bank sentral di Jackson Hole. Ketua Federal Reserve Janet Yellen dan Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi dijadwalkan berbicara mengenai kebijakan moneter global pada Jumat.
Presiden Fed bagian Kansas City Esther George mengatakan, ekonomi cukup kuat untuk menghadapi kenaikan suku bunga, meskipun inflasi lemah belakangan ini.
"Jakson Hole akan lebih berpengaruh pada pasar, jika Draghi atau Yellen mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan," kata Kepala Ahli Strategi Pasar Wunderlich Securities Art Hogan.
Investor juga mencermati tweet Presiden Donald Trump mengenai plafon utang. Trump menyatakan bahwa ia telah meminta Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell dan Ketua DPR Paul Ryan mengaitkan undang-undang plafon utang dengan undang-undang veteran yang disahkan kemarin.
Presiden Trump harus menghadapi gejolak terus-menerus sejak menjabat. Faktor-faktor ini memicu keraguan terkait kemampuan pemerintah melaksanakan agenda ekonomi, yang mencakup reformasi perpajakan dan stimulus fiskal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News