Reporter: Rashif Usman | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengocok ulang konstituen atau penghuni saham sejumlah indeks unggulan, seperti LQ45, IDX30 dan IDX80. Rebalancing indeks tersebut mulai berlaku efektif mulai 1 Agustus 2025 hingga 31 Oktober 2025.
Berdasarkan pengumuman BEI per 25 Juli 2025, saham terafiliasi Garibaldi Thoihir PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan saham dari grup Emtek PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) resmi masuk LQ45. Sebaliknya, dua saham lainnya yakni PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) terdepak dari indeks blue chip tersebut.
Selanjutnya pada konstituen IDX30, BEI memasukkan saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Serta mengeluarkan saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dari indeks tersebut.
Untuk indeks IDX80, terdapat tiga saham baru yang masuk, yakni PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), PT Petrosea Tbk (PTRO) dan PT Rukun Raharja Tbk (RAJA). Ketiganya menggantikan PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) dan PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) yang dicoret dari jajaran indeks tersebut.
Baca Juga: IHSG Rawan Koreksi, Cek Rekomendasi Saham untuk Hari Ini, Senin (28/7)
Faktor Likuiditas
Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI) Muhamad Wafi menyebutkan, perubahan konstituen dalam indeks LQ45 terutama dipicu faktor likuiditas. Sementara, perubahan pada dua indeks lainnya lebih dipengaruhi variabel kinerja fundamental emiten.
Dari sisi prospek, saham-saham yang masuk ke dalam indeks tersebut diperkirakan akan mengalami peningkatan likuiditas, karena otomatis masuk dalam radar investor institusi.
"Masuknya emiten-emiten tersebut ke dalam indeks berpotensi mendorong kinerja sahamnya. Tapi pergerakan saham tetap akan sangat ditentukan oleh kekuatan fundamental masing-masing emiten," kata Wafi kepada Kontan, Minggu (27/7/2025).
Selain itu, dampak dari perubahan indeks saat ini diprediksi tidak sebesar sebelumnya, mengingat periode evaluasinya kini dilakukan setiap tiga bulan, lebih singkat dibandingkan sebelumnya yang dilakukan setiap enam bulan.
Sebagai informasi, per April 2024 BEI mengubah ketentuan terkait evaluasi mayor sejumlah indeks. Sebelumnya, evaluasi mayor dilakukan dua kali setahun, yakni setiap Januari dan Juli dengan penerapan efektif masing-masing pada Februari dan Agustus.
Kini, evaluasi tersebut akan dilakukan empat kali dalam setahun, yakni pada Januari, April, Juli, dan Oktober dengan periode efektif masing-masing pada Februari, Mei, Agustus, dan November.
Dihubungi terpisah, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah berpendapat saham-saham yang masuk ke indeks tersebut mayoritas perlu sentimen tambahan dari sisi makroekonomi, misalnya pemangkasan suku bunga.
"Jadi sentimen masuk ke dalam indeks tersebut imbasnya hanya jangka pendek atau hanya menjelang masuk ke dalam indeks," ucap Fath kepada Kontan, Minggu (27/7/2025).
Menurut Fath, fokus pasar yang lebih banyak digerakkan oleh saham-saham konglomerasi, membuat indeks yang tidak memiliki saham-saham tersebut mengalami performa yang kurang maksimal.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham KLBF, MEDC, PGAS, SMGR, UNTR untuk Perdagangan Senin (28/7)
Kinerja Indeks LQ45, IDX30, IDX80 Tertekan
Dari sisi pergerakan harga saham, indeks LQ45, IDX30, dan IDX80 kompak berada di zona merah. Hingga penutupan perdagangan Jumat (25/7/2025), indeks LQ45 tercatat di level 794,511 atau turun 3,89% sejak awal tahun (ytd). IDX30 juga mengalami koreksi 3% ytd ke posisi 410,761, sementara IDX80 mencatat penurunan 1,74% ytd ke level 118,332.
Kinerja ketiga indeks tersebut masih tertinggal jauh dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang justru menguat 6,55% ytd dan ditutup di level 7.543,50 pada hari yang sama.
Menurut Wafi, fenomena ini lantaran saham-saham yang mencatatkan kenaikan signifikan mayoritas berasal dari saham lapis dua, lapis tiga, atau emiten milik konglomerasi yang umumnya belum tergabung dalam ketiga indeks tersebut.
"Maka dari itu, indeks-indeks tersebut secara year to date masih kalah performanya dengan IHSG," tambah Wafi.
Senada dengan itu, Fath menerangkan motor utama IHSG saat ini berasal dari saham-saham seperti PT DCI Indonesia Tbk (DCII), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), serta sejumlah emiten milik grup konglomerasi yang tidak termasuk dalam konstituen indeks-indeks tersebut.
Melihat sentimen rebalancing indeks, Fath menyarankan pelaku pasar untuk memanfaatkan momentum dengan melakukan trading pada saham-saham yang akan masuk ke dalam indeks, karena pergerakannya cenderung lebih positif dan berpotensi memberikan peluang dalam jangka pendek.
Baca Juga: Cermati Saham yang Banyak Dijual Asing Selama Sepekan, BBCA dan ANTM Teratas
Sementara itu, Wafi merekomendasikan investor jangka pendek untuk memanfaatkan momentum dari perubahan konstituen indeks sebagai peluang investasi. Bagi investor jangka menengah hingga panjang, sebaiknya tetap fokus pada kinerja fundamental emiten.
Wafi menyarankan buy on weakness untuk saham AADI, SCMA, ITMG, JPFA, PTRO dan RAJA di target harga masing-masing Rp 6.750-Rp 7.200, Rp 170-Rp 190, Rp 22.750-Rp 23.500, Rp 1.550-Rp 1.750, Rp 3.250-Rp 4.000 dan Rp 2.200-Rp 2.600 per saham.
Selanjutnya: Simak Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham yang Masuk Indeks LQ45, IDX30 dan IDX80
Menarik Dibaca: 6 Rekomendasi Drama Korea Action Militer Tentara Penuh Aksi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News