kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bursa Karbon Beroperasi September 2023 , OJK Keluarkan Aturan Teknis 12 Juni


Minggu, 28 Mei 2023 / 16:24 WIB
Bursa Karbon Beroperasi September 2023 , OJK Keluarkan Aturan Teknis 12 Juni
ILUSTRASI. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebut, bursa karbon akan beroperasi September 2023. Maka itu, OJK kebut aturan teknis keluar 12 Juni 2023 ini. ANTARA FOTO/HO/Humas OJK/wpa/tom.


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA.  Jika tak ada aral melintang, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengeluarkan aturan terkait bursa karbon pada 12 Juni 2023 mendatang. Adapun  bursa karbon ditargetkan akan mulai beroperasi pada tiga bulan sesudah aturan teknis itu keluar yakni September 2023. 

Merujuk Undang-Undang (UU) No 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), Ketua OJK Mahendra Siregar menyebut, beleid ini mengamanatkan aturan teknis terkait bursa karbon keluar pada 12 Juli 2023, namun lantaran harus ada harmonisasi dengan Kementerian terkait yang memakan waktu sekitar satu bulanan maka aturan bursa karbon akan keluar pada tanggal 12 Juni mendatang. 

Adapun aturan teknis yang akan keluar menyangkut penyelenggara bursa karbon, termasuk manajemen bursa karbon. 

Merujuk UU P2SK, aturan terkait bura karbon diatur dalam pasal 23 sampai 26. Salah satu yang menarik adalah aturan atau ketentuan atas perdagangan karbon melalui bursa karbon diatur dalam

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan ikut rembug atas segala ketentuan terkait bursa karbon. 

Baca Juga: Jelang Implementasi Bursa Karbon, MVGX Tawarkan Pertukaran Karbon Berbasis Blockchain

Mahendra dalam beberapa kesempatan menyebut, perdagangan  bursa karbon akan dilakukan dengan mekanisme pembayaran berbasis hasil atau result based payment (RBT). “Rencana awal RBT yang akan diperdagangkan karbon dioksida (CO2) sebanyak 100 juta,” sebut Mahendra. 

Dalam mekanisme RBT, penghasil karbon berhak menjual karbonnya. Adapun mekanisme jual beli ini dilakukan di bursa karbon. Bursa karbon inilah yang akan mengatur perdagangan karbon, termasuk pencatatan kepemilikan karbon dan penjualan kepada pihak atau perusahaan di dalam negeri maupun luar negeri.   

Informasi yang didapat KONTAN, bersamaan dengan keluarnya bursa karbon, pemerintah juga akan mengeluarkan sistem elektronik yang terkoneksi antara bursa karbon dan Sistem Registri Nasional (SRN) yang dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Lantas siapa saja yang berhak menjual karbonnya?  Berdasarkan hasil rapat tertutup yang dipimpin Presiden Joko Widodo 2 Mei 2023, di tahap awal sektor yang berkaitan dengan perdagangan karbon adalah energi,  kehutanan dan industri. 

Baca Juga: Terbitkan Ratusan Sertifikat, MUTU International Siap Dukung Bursa Karbon Indonesia

Perdagangan karbon diharapkan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit/kredit karbon sebagai komoditas yang diakui internasional. 

Saat ini, skema perdagangan karbon mencakup berbagai mekanisme, seperti clean development mechanism (CDM), joint credit mechanism, dan voluntary carbon mechanism

Ke depan, semua perdagangan karbon di Indonesia akan diatur (compulsory) melalui mekanisme bursa karbon. 

Perdagangan karbon di Indonesia khusus untuk Subsektor Tenaga Listrik meluncur 22 Februari 2023 lalu oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Target Kementerian ESDM, ada 99 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mengikuti perdagangan karbon pada tahun 2023 ini. 

Dari  99 unit PLTU Batubara itu,  55 unit PLTU dari PLN Group dan 44 unit PLTU dari Independent Power Producer (IPP). Adapun PLTU yang ikut dalam perdagangan karbon adalah PLTU di atas 100 Megawatt, dan tahun 2024 di atas 50 Megawatt dan pada tahun 2025, PLTU dan PLTG akan masuk pasar karbon.

Belum jelas sejak meluncur, perdagangan karbon sudah terjual seberapa besar dan siapa pembelinya, termasuk jika September nanti PLTU juga akan masuk dalam bursa/  

Praktik di Luar Negeri 

Yang pasti, saat ini sistem perdagangan karbon terbsar adalah Emisi Uni Eropa (EU ETS). Meluncur sejak tahun 2005, tahun lalu transaksinya bernilai sekitar 751 miliar euro (Rp 12.057 triliun), naik 10% dari tahun sebelumnya. Bursa ini mewakili 87% dari total pasar karbon global.

Sementara salah satu platform terbesar dalam perdagangan kredit karbon adalah Intercontinental Exchange (ICE) yang berbasis di Eropa, termasuk Chicago Climate Exchange (CCX) di Amerika Serikat dan China Emissions Exchange (CEEX) di Cina.

Pada pertengahan 2021, China menjalankan perdagangan emisi karbon perdananya. Pada tanggal 16 Juli 2021, bursa lokal China memperdagangkan volume karbon sebanyak 4,1 juta ton CO2 atau setara 210 juta yuan (US$ 32 juta).

Target China, sebelum tahun 2030, perdagangan emisi karbon akan mencapai puncak. Ini lantaran 2060, China berharap bisa menyandang negara dengan karbon netral. 

Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), emisi karbon dunia pada 2021 mencapai 36,3 gigaton CO2. Ini adalah rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Berdasarkan negara, penghasil emisi terbesar dunia adalah China dengan besaran 11,94 gigaton CO2. Posisi kedua, Amerika Serikat dengan emisi karbon sebesar 4,64 gigaton CO2.

Kemudian, posisi ketiga dunia sebagai penghasil emisi terbesar adalah Uni Eropa sebesar 2,71 gigaton CO2, lalu India sebanyak 2,54 gigaton CO2.

Adapun sisanya disumbang oleh negara-negara lain sebanyak 14,4 gigaton CO2.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×