Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sejumlah emiten BUMN Karya saat ini menghadapi masalah likuiditas. BUMN ini juga tercatat masih melakukan restrukturisasi utang.
PT Waskita Karya Tbk (WSKT) saat ini menghadapi potensi delisting saham dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Potensi suspensi tersebut disebabkan oleh kerugian yang masih dialami WSKT dan ketidakmampuan Perseroan dalam membayarkan utang obligasi di tanggal jatuh tempo.
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) juga tengah melakukan upaya untuk memperbaiki likuiditas Perseroan. Salah satunya dengan berfokus pada proyek mekanisme progress payment. Dengan kontrak seperti itu, WIKA meyakini bisa melakukan capital recycle dengan membutuhkan modal kerja yang minimal.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani melihat, prospek kinerja BUMN Karya hingga akhir tahun 2023 dan di tahun 2024 masih buruk.
Baca Juga: BUMN Karya Hadapi Masalah Likuiditas, Ini Kata Analis
“Meskipun ada kemungkinan mereka melaksanakan proyek IKN, karena masalah BUMN Karya terlalu besar,” ujarnya kepada Kontan, Senin (27/11).
Menurut Arjun, proyek IKN akan memberikan dampak positif di waktu jangka panjang terhadap BUMN Karya bukan di jangka pendek alias dalam satu tahun.
“Sementara, risiko masih tinggi karena masih ada PKPU, tuduhan korupsi, mismanagement, dan lainnya,” ungkapnya.
Likuiditas saham emiten BUMN Karya yang buruk itu tidak bisa diubah, kecuali jika sentimen pasar terhadap saham tersebut berubah.
Namun, emiten BUMN Karya akan tetap dapat dana dari pemerintah untuk menjalankan sejumlah proyek strategis nasional, termasuk IKN.
“Jadi, masalah utamanya bukan dari mana sumber dana itu akan mereka dapatkan dalam penggarapan proyek, tetapi terkait isu tata kelola perusahaan dan situasi keuangan emiten yang perlu diubah,” tuturnya.
Baca Juga: WIKA Prediksi Kontrak Baru Tahun Ini Capai Rp 27 Triliun
Demi menjaga likuiditas, Arjun menyarankan, emiten BUMN Karya untuk mengurangi kebutuhan terhadap utang yang eksesif. Lalu, emiten BUMN Karya juga harus menerapkan good corporate governance (GCG) dan mengimplementasikan checks and balances.
Langkah tersebut harus dilakukan demi menghindari korupsi di dalam tubuh emiten.
“BUMN Karya memang tengah bermasalah dan semuanya perlu diperbaiki. Ini proses jangka panjang dan tidak akan berubah dalam kurun waktu hanya satu tahun,” ungkapnya.
Technical Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora mengatakan, likuiditas emiten BUMN Karya di tahun 2024 masih akan berat. Sebab, utang BUMN Karya masih tinggi dan posisi cashflow yang negatif.
“Namun, proyek mereka di IKN nampaknya akan tetap berlanjut. Tapi, perkembangan proyek mereka pada tahun-tahun berikutnya akan bergantung pada hasil Pilpres 2024,” ujarnya kepada Kontan, Senin (27/11).
Baca Juga: Harga Jual Batubara Bukit Asam (PTBA) Terkoreksi 22%
Menurut Andhika, likuiditas emiten BUMN Karya bermasalah karena dalam menjalankan proyek konstruksi, mereka menjalankannya dengan metode pembayaran termin kontrak turnkey.
Artinya, emiten BUMN Karya harus menyelesaikan proyek terlebih dahulu, baru kemudian mendapatkan uang hasil dari mengerjakan proyek tersebut.
“Hal ini menjadi faktor yang membuat likuiditas emiten BUMN Karya menjadi terganggu,” paparnya.
Arjun belum memberikan rekomendasi untuk saham emiten BUMN Karya.
Sementara, Andhika merekomendasikan buy on weaness untuk PTPP dan WIKA dengan target harga masing-masing Rp 545 - Rp 620 dan Rp 370 - Rp 400 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News