Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta para direktur utama BUMN agar memberikan dukungan percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Upaya ini dilakukan untuk mencapai target bauran energi dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025, serta pemenuhan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Secara umum, para BUMN diminta untuk mengalokasikan sumber daya di lingkungan perusahaan, seperti penyediaan anggaran untuk mendukung percepatan pelaksanaan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai alias battery electric vehicle (BEV).
Kemudian, BUMN diminta meningkatkan penggunaan berbagai jenis BEV di lingkungan grup perusahaan. Di antaranya sebagai kendaraan dinas direksi dan pimpinan perusahaan, kendaraan operasional perusahaan baik kendaraan roda dua dan roda empat, dan program kepemilikan kendaraan bagi karyawan.
Baca Juga: Masih Menggantung, Mengapa Medco (MEDC) Tak Kunjung Bawa Amman Mineral Gelar IPO?
Head of Research Henan Putihrai Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menilai, kebijakan kendaraan listrik BUMN ini akan lebih memberikan dampak ke sisi manufaktur komponen seperti PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA).
Pasalnya, emiten ini telah bermitra dengan Honda, Daihatsu, Hyundai, dan merek internasional lainnya untuk memproduksi suku cadang mobilnya.
Henan Putihrai berkesempatan mengunjungi pabrik DRMA yang memproduksi sensor listrik untuk EV IONIQ 5 Hyundai. Baru-baru ini, DRMA juga telah membuat kemasan baterai untuk skuter listrik sendiri dengan merek POLIMETAL.
Tak berhenti sampai di situ, menurut Robertus, berbagai perusahaan yang namanya masih dirahasiakan telah meminta untuk bermitra dengan DRMA untuk memproduksi baterai EV secara lokal.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Peralihan Daya Listrik ke 900 VA Baru Usulan
Mengingat 45% dari berat EV berasal dari baterai, merek asing membutuhkan produsen lokal untuk membuat baterai EV karena biaya transportasi yang tinggi.
Hal ini merupakan indikasi yang bagus untuk prospek industri suku cadang.
"Faktanya, jika Honda dan Daihatsu mulai memproduksi EV, ada kemungkinan besar bahwa DRMA akan menjadi mitra pilihan pertamanya," kata Robertus saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (14/9).
Untuk itu, Henan Putihrai Sekuritas mempertahankan DRMA dengan rekomendasi buy pada target harga Rp 750 per saham. Robertus melihat pertumbuhan berkelanjutan yang menjanjikan sejalan dengan ekspansi perusahaan untuk meningkatkan hasil.
DRMA juga tidak menutup kemungkinan adanya kepentingan dari pihak lain, termasuk Astra, untuk mengakuisisi sebagian sahamnya. Sebagai entitas induk DRMA, grup Triputra memiliki hubungan yang kuat dengan Astra.
Selain DRMA, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) juga dinilai akan diuntungkan oleh sentimen kendaraan listrik BUMN ini. Menurut Robertus, ADRO menyatakan bahwa perusahaan akan fokus untuk beralih dari batu bara ke renewable energy pada akhir dekade 2030.
Baca Juga: Instalasi PLTS Atap Kian Diminati Sektor Komersial dan Industri
Saat ini, ADRO melalui PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) akan fokus mengembangkan 'Green Minerals' di proses upstream dan midstream. ADMR baru saja membeli PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) tahun lalu sebesar Rp 358,7 miliar. CITA memiliki bauksit mine. Bauksit dapat disuling menjadi aluminium.
Lalu, anak perusahaan ADMR, yakni Adaro Indo Aluminium (AIA) akan menjadi andalan transformasi ADRO yang berfokus pada energi terbarukan. AIA bakal mendapatkan keuntungan dari ini karena MetCoal Premium ADMR akan digunakan untuk peleburan aluminium yang merupakan salah satu bahan baku utama untuk memproduksi baterai EV.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News