Reporter: Sandy Baskoro, KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sebagian besar emiten yang tergabung dalam kelompok usaha Sinarmas mencatatkan kinerja positif tahun lalu. PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) menjadi motor pertumbuhan Grup Sinarmas.
Produsen minyak sawit mentah SMAR membukukan pendapatan senilai Rp 20,27 triliun tahun lalu atau meningkat 42,68% dari pendapatan 2009. Laba bersihnya juga naik 68,40% menjadi Rp 1,26 triliun. Kemudian, pengembang properti BSDE mencatatkan kenaikan pendapatan setinggi 2,90% menjadi Rp 2,48 triliun di 2010. Adapun laba bersihnya naik 27,75% menjadi Rp 394,40 miliar.
Selain SMAR dan BSDE, sedikitnya ada tujuh emiten lain yang masuk Grup Sinarmas. Mereka adalah PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia (TKIM), PT Indah Kiat Pulp and Paper (INKP), dan PT Duta Pertiwi (DUTI). Ada pula PT Bank Sinarmas (BSIM), PT Sinar mas Multiartha (SMMA), PT Dian Swastatika Sentosa (DSSA), dan PT Smart Fren Telecom (FREN).
Mayoritas anak usaha Grup Sinarmas berhasil meraih pertumbuhan pendapatan dan laba bersih pada tahun lalu. Hanya sebagian kecil yang mencatatkan kinerja mengecewakan. FREN, misalnya, menderita rugi bersih 2010 mencapai Rp 1,40 triliun.
Kendati mencatatkan kinerja cukup baik, analis menilai, saham-saham Grup Sinarmas belum diminati investor. Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo berpendapat, secara umum, peningkatan laba bersih emiten Grup Sinarmas berdampak positif bagi imaji perusahaan. "Namun, investor tidak terlalu tertarik dengan Sinarmas sejak krisis moneter 1998," ungkap dia kepada KONTAN, Kamis (31/3).
Untuk menarik kembali minat para investor, Satrio menyarankan, Sinarmas mempertahankan profitabilitasnya. Apalagi, kemampuan Grup Sinarmas menghasilkan untung selama lima tahun terakhir belum stabil.
Pamor saham-saham Grup Sinarmas di Bursa Efek Indonesia juga masih di bawah konglomerasi besar lainnya, seperti emiten Grup Bakrie dan Grup Salim. Apalagi, kapitalisasi pasar Grup Sinarmas masih kalah jauh dibandingkan kedua konglomerasi tadi. "Tidak ada satupun emiten Grup Sinarmas masuk 20 besar kapitalisasi pasar BEI," ungkap Satrio.
Boleh jadi, hal itu lantaran Sinarmas tidak masuk sektor konsumsi atau pertambangan yang kerap menjadi magnet bagi investor. Performa DSSA, salah satu anak Sinarmas yang masuk bisnis energi dan infrastruktur, dinilai belum maksimal.
Secara historis, bisnis yang menjadi andalan Sinarmas adalah INKP. Tapi saham ini kini mulai ditinggalkan investor karena perusahaan ini kesulitan mencari bahan baku. Praktis, bisnis Sinarmas yang paling bersinar adalah SMAR dan BSDE. "SMAR bergerak di sektor strategis, walaupun kapitalisasi pasarnya kecil. Sedangkan kapitalisasi pasar BSDE cukup besar di properti," ujar Satrio.
Laju harga saham sebagian emiten Grup Sinarmas, kemarin (31/3), stagnan. Kecuali BSDE, INKP, dan DSSA, harga saham anak-anak Sinarmas tak bergerak. Harga DSSA melejit 6,45% ke Rp 33.000 per saham, harga BSDE menanjak 3,70% ke Rp 840 per saham, dan harga INKP tumbuh 1,80% menjadi Rp 1.700 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News