Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Sebelumnya, TPIA mengakuisisi dua entitas anak dari Grup PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) di bidang listrik dan air. Dengan nilai transaksi Rp 3,24 triliun, TPIA mengambil alih 70% saham PT Krakatau Daya Listrik (KDL) dan 49% saham PT Krakatau Tirta Industri (KTI).
Direktur Chandra Asri, Suryandi, mengatakan akuisisi KDL dan KTI sekaligus untuk mendukung kebutuhan ekspansi CAP2 dan proyek TPIA lainnya, sebagai langkah strategis mengintegrasikan aset infrastruktur. Sembari meneruskan berbagai persiapan, TPIA juga mencermati kondisi industri dan situasi geopolitik dalam proyek CAP2.
Hal ini penting sebagai pertimbangan untuk mengantisipasi penyesuaian dari sisi biaya investasi dan produk yang dihasilkannya.
Baca Juga: Barito Pacific (BRPT) Siapkan Induk Usaha Bidang Energi Terbarukan
"Secara paralel, perusahaan terus melakukan sinergi bisnis antara lain mempersiapkan utilitas sebagai penunjang proses operasional, teknis dan keuangan agar dapat menunjang pengembangan CAP2," terang Suryandi.
Prospek Kinerja di 2023
Suryandi mengamini, kondisi makro ekonomi global masih menjadi faktor penentu kinerja TPIA pada tahun ini. Tantangan eksternal pun masih membayangi, seperti harga bahan baku yang fluktuatif serta permintaan luar negeri yang melambat.
Meski begitu, sektor petrokimia masih terbantu dengan tingginya permintaan di pasar domestik. Apalagi produk TPIA menyokong sektor industri lainnya seperti otomotif, mesin, elektronika, konstruksi, dan aplikasi rumah tangga.
"Kami berharap kinerja di tahun 2023 akan lebih baik dibandingkan 2022. Peningkatan kinerja ini didukung oleh masih tingginya permintaan produk perseroan dalam negeri dan berlanjutnya margin yang positif," imbuh Suryandi.
Baca Juga: Bagi Saham Bonus dan Inbreng, Berikut Rekomendasi Saham Barito Pacific (BRPT)
Sang induk punya harapan serupa. BRPT memprediksi permintaan dari pasar domestik akan terus stabil sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. David berharap, pemulihan harga jual global juga bisa terjadi, seiring dengan pencabutan kebijakan lockdown di China yang akan meningkatkan permintaan.
"Kami terus waspada terhadap berbagai risiko ketidakpastian perekonomian global. Berfokus untuk menjaga posisi neraca dan likuiditas yang sehat serta menjalankan pertumbuhan usaha dengan proses kehati-hatian dan memperhatikan faktor risiko yang ada," terang David.