Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data ekonomi Amerika Serikat (AS) kurang menguntungkan, usai Federal Open Market Committe (FOMC) pekan lalu memberikan sinyal penahan suku bunga acuan atau The Fed Rate. Alhasil, dollar AS cenderung melunak dan poundsterling sukses perkasa usai Inggris keluar dari Uni Eropa (UE) pekan lalu.
Analis PT Bestprofit Futures Agus Prasetyo menjelaskan, pergerakan poundsterling di Jumat (31/01) ditutup menguat. Mengutip Bloomberg, pasangan GBP/USD menguat 0,86% di level 1,3206. Penguatan terjadi setelah rilis data persetujuan hipotek Inggris sepanjang Desember 2019 yang mengalami kenaikan permintaan.
Ditambah lagi, data terbaru kepercayaan konsumen Negeri Ratu Elisabeth juga meningkat setelah hasil pemilihan umum cepat, didukung harapan bahwa ekonomi Inggris dapat memulihkan beberapa momentum yang hilang.
"Awalnya poundsterling jatuh untuk mencapai bagian bawah candlestick dari beberapa minggu sebelumnya, tetapi kemudian berbalik sepenuhnya," jelas Agus kepada Kontan.co.id, Sabtu (1/2).
Baca Juga: Dibayangi sentimen negatif, pasangan USD/JPY dalam tren bearish
Selain itu, kenaikan poundsterling juga didorong oleh berita sebelumnya, di mana Bank of England (BOE) mengambil kebijakan untuk tidak memotong suku bunga dan mengumumkan kebijakan untuk suku bunga tetap.
Ditambah lagi, ada pernyataan optimistis dari Gubernur BoE Mark Carney bahwa ketidakpastian jangka pendek yang dihadapi bisnis domestik telah susut. Di samping itu, bank sentral juga menyatakan bahwa kenaikan suku bunga di masa depan akan terbatas dan bertahap.
Sementara itu, Menteri Kantor Kabinet Inggris Michael Gove mengatakan bahwa, awal Jumat ini (31/01) Inggris tidak akan melakukan kesepakatan mengenai perikanan untuk mengamankan perjanjian perdagangan pasca-Brexit dengan Uni Eropa.
Sebagaimana diketahui, Brexit akhirnya terealisasi secara resmi di mana Inggris akhirnya meninggalkan Uni Eropa (UE) setelah lebih dari tiga setengah tahun para pemilih memutuskan untuk melakukannya dalam referendum yang diadakan pada 23 Juni 2016. Selama masa transisi yang berakhir pada tanggal 31 Desember, hubungan perdagangan dengan UE akan tetap sama, Inggris akan terus berlanjut.
Baca Juga: Menguat di pekan lalu, pasangan EUR/USD diprediksi bergerak sideways
Di sisi lain pergerakan dolar AS terus melemah pasca The Fed menunjukkan kesediaan untuk membiarkan suku bunga ditahan dalam beberapa bulan mendatang. Apalagi, setelah the greenback ikut terbebani oleh sentimen virus corona yang tampaknya akan menurunkan pertumbuhan global dan di sisi lain memberi dorongan pada poundsterling untuk naik lebih lanjut.
Adapun untuk rilis data kinerja manufaktur Chicago menunjukkan bahwa PMI Januari 2020 turun di 42,9 dari 48,2 di bulan sebelumnya. Ada pula rilis data pengeluaran konsumsi pribadi AS di Desember yang kurang mengesankan, dan tampaknya bakal menjadi sentimen negatif bagi Indeks dolar AS.
Secara teknikal, pergerakan pasangan GBP/USD menunjukkan konsolidasi bias bullish jangka pendek. Di mana dari indikator moving average exponential melebar dengan arah harga naik. Adapun Vortex Indikator (VI) memberikan sinyal blue over red dengan arah kurs naik dan indikator true strengh indicator (TSI) berada di figur +53 dengan arah kurs cenderung naik.
"Secara umum, pasangan GBP/USD masih akan bergerak dengan kecenderungan bullish," jelasnya.
Adapun untuk perdagangan Senin (3/2) Agus merekomendasikan trading GBP/USD yakni buy dengan level resistence 1,3245; 1,3287; dan 1,3411, sedangkan untuk level support di kisaran 1,3121; 1,3039; dan 1,2915.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News