kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,60   4,88   0.55%
  • EMAS1.365.000 -0,22%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bottom Line Emiten Ritel Masih Tertekan, Intip Prospeknya di 2023


Minggu, 02 Juli 2023 / 20:41 WIB
Bottom Line Emiten Ritel Masih Tertekan, Intip Prospeknya di 2023
ILUSTRASI. Pendapatan kinerja emiten ritel mulai meningkat, tetapi harga sahamnya masih tertekan sebulan terakhir.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendapatan kinerja emiten ritel mulai meningkat, tetapi harga sahamnya masih tertekan sebulan terakhir. Tahun ini prospek emiten ritel dinilai masih netral akibat tekanan pada laba operasional dan laba bersih emiten.

Berdasarkan data RTI, saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) turun 9,63%, disusul PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) yang melemah 9,38%. Selanjutnya PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) turun 7,65%, dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) sebesar 5,74%. Hanya saham PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) yang naik 3,05%.

CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menilai penurunan harga saham dari emiten ritel mengikuti dari sentimen fundamentalnya. Rilis kinerja emiten peritel secara rata-rata per kuartal I 2023 mengalami penurunan dibanding periode sama tahun lalu, khususnya di pos laba operasional dan laba bersih," ujar dia kepada Kontan.co.id, Rabu (28/6).

Padahal dari sisi pendapatan, emiten ritel mencetak pertumbuhan di kuartal I 2023. Contohnya, LPPF mencetak pertumbuhan pendapatan 11,62% YoY menjadi Rp 1,44 triliun, MAPI juga membukukan pertumbuhan 32,5% YoY menjadi Rp 7,46 triliun dan ERAA tumbuh 28,9% YoY menjadi Rp 14,8 triliun.

Baca Juga: Menilik Prospek Saham yang Akan Melakukan Tender Offer

Praska mengatakan bahwa lesunya bottom line emiten ritel akibat tren angka penjualan ritel yang masih melambat dari semester II 2022 lalu hingga awal 2023. Sehingga diperkirakan akan menjadi sentimen pemberat bagi pertumbuhan kinerja emiten di kuartal I.

"Di samping itu peningkatan biaya operasional dan tren kenaikan suku bunga diperkirakan juga turut mempengaruhi minat penggunaan fasilitas pembiayaan untuk belanja," kata Praska.

Sejalan dengan penurunan bottom line, masih tertekannya harga saham emiten ritel karena belum adanya katalis positif baru setelah momentum rilis kinerja kuartal I dan musim pembagian dividen final. Akibatnya membuat mayoritas emiten-emiten ritel cenderung tertekan, khususnya pada emiten ritel dengan sasaran kelas menengah ke bawah.

Baca Juga: Ramai Pembagian Dividen, Pilih Saham Blue Chips atau Lapis Kedua?

Prospek Emiten Peritel

Menurut Praska, prospek emiten ritel masih netral untuk sepanjang tahun 2023. Sebab, meskipun masih akan ada pertumbuhan pendapatan tetapi akan cenderung melambat bila dibandingkan periode sama tahun lalu. Sebabnya dari era suku bunga masih tinggi, tingginya biaya operasional yang dapat mempengaruhi margin dan pertumbuhan laba, serta minat atau preferensi masyarakat dalam mencari alternatif belanja untuk kebutuhan ritel yang lebih memberikan manfaat kompetitif bagi pelanggan.

Oleh sebab itu, dia memperkirakan rata-rata emiten ritel membukukan pertumbuhan pendapatan 5%-10% sepanjang tahun ini.

Lebih spesifik, analis Buana Capital James Stanley Widjaja menjelaskan, efek suku bunga dapat memberikan tekanan pada ERAA. Ia melihat leverege keuangan perseroan yang mengkhawatirkan karena tingkat suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama lantaran rasio utang bersih terhadap ekuitas ERAA telah meningkat menjadi 0,94 kali dari 0,34 kali pada kuartal I 2022.

Selain itu, prospek untuk model smartphone entry-level baru dari merek-merek China cukup menantang. "Karena lemahnya permintaan domestik dan penumpukan inventori di China, prinsipal smartphone China berhati-hati untuk merilis model-model entry-level baru yang merupakan mayoritas dari smartphone Indonesia," paparnya.

Baca Juga: IHSG Berpotensi Menguat di Juli, Simak Pilihan Saham Dari Analis

Sementara itu, ERAA masih berencana melakukan ekspansi 400-600 gerai. Dikhawatirkan ekspansi perseroan akan mengakibatkan peningkatan biaya gaji dan sewa.

Namun untuk emiten yang menyasar pasar menengah atas seperti MAPI dinilai masih memiliki peluang yang cukup positif. Analis Samuel Sekuritas Ashalia Fitri & Pebe Peresia mengatakan bahwa pendapatan MAPI pada kuartal I 2023 berhasil tumbuh melebihi catatan pra pandemi atau kuartal I 2019 sebesar 4,7 triliun.

Adapun melorotnya laba bersih MAPI karena tidak memperoleh diskon biaya rental dari landlord. Penurunan diskon biaya rental MAPI sudah terlihat sejak 2022 dengan angka diskon yang turun hanya menjadi Rp 278 miliar, jauh di bawah angka 2021 sebesar Rp 941 miliar maupun 2022 sebesar Rp 912 miliar.

"Meski tidak ada diskon biaya rental, MAPI mampu mempertahankan margin laba usaha di angka 8,9% pada kuartal I 2023 dibandingkan kuartal I 2022 sebesar 8,7%, didukung dengan pertumbuhan pendapatannya yang signifikan," paparnya.

Oleh sebab itu, Samuel Sekuritas memperkirakan kinerja penjualan MAPI masih dapat bertumbuh 19,9% menjadi Rp 32,3 triliun di sepanjang tahun 2023. Sementara untuk bottom line, dengan estimasi pendapatan tersebut dapat mendongkrak laba bersih perseroan menjadi menjadi Rp 2,2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×