Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) berencana untuk mengambil alih PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT), perusahaan yang mengelola Tol Cimanggis-Cibitung milik anak usaha PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Dalam prospektus yang diunggah tanggal 3 September 2025 di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), BNBR bilang bahwa pengambilalihan itu bakal dilakukan lewat anak usahanya, PT Bakrie Toll Indonesia (BTI) melalui pembelian atas objek transaksi.
Pertama, sebanyak 72 juta saham, atau setara dengan 90% dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam CCT dengan total nilai pengambilalihannya sebesar Rp 1 triliun.
Rinciannya, sebanyak 28 juta saham CCT yang semula dimiliki oleh PT Waskita Toll Road (WTR), anak usaha WSKT, atau setara dengan 35% dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam CCT. Sisanya, sebanyak 44 juta saham CCT yang dimiliki oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) atau setara dengan 55% dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam CCT.
Baca Juga: Kinerja Keuangan Golden Energy Mines (GEMS) Turun, Simak Rekomendasi Sahamnya
Kedua, piutang WTR dan SMI kepada CCT sehubungan dengan pinjaman dari pemegang saham CCT yang diberikan oleh WTR dan SMI, dengan total nilai Rp 2,56 triliun yang merupakan pokok dari pinjaman dari pemegang saham tersebut.
Manajemen BNBT menjelaskan, BTI saat ini merupakan pemilik yang sah dan terdaftar atas 4 juta saham di CCT, dengan nilai nominal seluruhnya sebesar Rp 4 miliar atau sebesar 5% dari seluruh saham yang dikeluarkan dan disetor dalam CCT.
Setelah pengambilalihan, maka kepemilikan saham BTI pada CCT akan menjadi 95%. Sisa dari 5% saham CCT dipegang langsung oleh BNBR.
Dengan total pembelian objek transaksi pengambilalihan sebesar Rp 3,56 triliun, nilainya setara dengan 88,42% dari ekuitas BNBR per 31 Maret 2025.
“Perseroan memandang bahwa akuisisi CCT merupakan langkah strategis untuk memperkuat posisi di sektor infrastruktur nasional, khususnya jalan tol yang memiliki peran penting dalam mendukung konektivitas dan pertumbuhan ekonomi,” kata manajemen BNBR dalam prospektus.
Selain akuisisi, BTI juga menyiapkan sejumlah fasilitas pinjaman untuk CCT. Yaitu, bridging loan senilai Rp2,7 triliun, pinjaman pemegang saham convertible Rp900 miliar, dan pinjaman operasional Rp100 miliar.
Fasilitas Bridging BTI akan digunakan untuk melakukan pembayaran bunga Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham SMI dan Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham WTR, dan sebagian pokok serta seluruh bunga Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham PMN WTR.
Sumber dana fasilitas tersebut berasal dari fasilitas pinjaman yang diterima BTI dari PT Bakrie Indo Infrastructure (BIIN) sebesar US$312 juta atau sekitar Rp5,14 triliun yang difasilitasi PT Ciptadana Sekuritas Asia.
Direktur PT Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, transaksi ini merupakan “win-win solution” antara BNBR dan BTI dengan pemegang saham CCT lainnya.
Akusisi CCT oleh BTI tersebut merupakan langkah strategis bagi anak usaha WSKT dalam penyehatan arus kas dengan cara melepas aset. “Di sisi lain, BNBR jadi memiliki aset baru yang berkontribusi ke pendapatan berulang,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (7/9).
Prospek Kinerja
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta bilang, akuisisi ini dikhawatirkan bisa memberatkan kinerja BNBR ke depan.
Sebagai gambaran, kondisi keuangan CCT saat ini masih menunjukkan liabilitas jangka pendek yang lebih besar dibandingkan aset lancar, antara lain disebabkan oleh adanya shareholders loan (SHL) sebesar Rp2,1 triliun yang akan jatuh tempo di tahun 2025.
Untuk memperkuat struktur permodalan CCT, SHL tersebut direncanakan akan dinovasi dan dikonversi menjadi ekuitas. Di sisi lain, kerugian berjalan yang dialami CCT sebesar Rp 123,11 miliar per Maret 2025 terutama disebabkan oleh struktur permodalan yang masih didominasi oleh utang sehingga membebani CCT dengan biaya bunga yang besar.
Kemudian, berdasarkan laporan keuangan per semester I 2025, BNBR mencatatkan pendapatan bersih BNBR Rp 1,77 triliun, turun dari Rp 1,79 triliun di periode sama tahun lalu. Laba bersih perseroan amblas ke Rp 55,87 miliar per Juni 2025, dari Rp 139,83 miliar pada semester I 2024.
Tercatat, total aset CCT dibagi total aset BNBR nilainya adalah 182,54%. Lalu, laba bersih CCT dibagi dengan laba bersih perseroan nilainya adalah minus 203,94%. Sementara, pendapatan usaha CCT dibagi dengan pendapatan usaha BNBR nilainya adalah 22,86%.
“Investor akan kembali mengamati kondisi fundamental BNBR melalui perkembangan laporan keuangannya di kuartal III. Tapi, kinerja BNBR saat ini memang masih belum bagus,” ujar Nafan kepada Kontan, Minggu (7/9).
Meskipun demikian, manajemen BNBR optimistis bahwa prospek jangka panjang CCT tetap sangat menjanjikan, karena dapat menghasilkan recurring income di masa depan.
Hal ini didasarkan pada posisi strategis ruas jalan tol Cimanggis–Cibitung yang menjadi bagian dari jaringan Jakarta Outer Ring Road 2 (JORR 2), yang diproyeksikan akan semakin meningkatkan volume lalu lintas seiring berkembangnya kawasan industri, logistik, dan perumahan di koridor timur Jabodetabek
Untuk mengoptimalkan nilai tambah dari akuisisi ini, BNBR akan menjalankan strategi yang berfokus pada beberapa hal.
Yaitu, mengoptimalkan pendapatan tol dengan mempertahankan Standar Pelayanan Minimum (SPM) sehingga dapat mengejar kenaikan tarif sesuai skedul, melakukan pengendalian biaya operasional Perusahaan, dan melakukan pembangunan rest area yang dapat menjadi sumber pendapatan di masa mendatang.
“Dengan strategi tersebut, perseroan meyakini bahwa akuisisi CCT akan memperkuat fondasi pertumbuhan jangka panjang, meningkatkan kontribusi pendapatan konsolidasian, serta memberikan nilai tambah yang berkelanjutan bagi seluruh pemegang saham,” kata manajemen BNBR.
Kiswoyo pun mengamini langkah BNBR tersebut, asalkan pendapatan dan margin CCT bisa diperbaiki dengan memastikan Tol Cimanggis-Cibitung ramai. “Peningkatan lalu lintas harian (LHR) bisa menambah recurring income untuk jangka waktu yang panjang,” ungkapnya.
BNBR sendiri juga sebenarnya sedang sibuk berbenah dan tengah berupaya mencari bisnis yang menguntungkan bagi perseroan. Liabilitas perseroan tercatat Rp 2,66 triliun per semester I 2025, sementara arus kas hanya Rp 88,35 miliar.
“Kontribusi (recurring income) bisa dilihat dari seberapa besar bunga pinjaman untuk CCT dan pendapatan CCT. Jika bunga tertutup oleh pendapatan, kontribusi positif bisa dicatat dalam waktu dekat,” tuturnya.
Baca Juga: Permintaan Tinggi, Bisnis Cicil Emas BSI Melonjak 117,35% per Juli 2025
Selanjutnya: Biar Lebih Aman, Begini Cara Cermat Memilih Mobil Bekas
Menarik Dibaca: Biar Lebih Aman, Begini Cara Cermat Memilih Mobil Bekas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News