Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bitcoin kembali diperdagangkan mendekati level US$ 107.000 pada Rabu (21/5). Angka ini mendekati rekor harga tertinggi (all-time-high/ATH) yang pernah dicapai Bitcoin di kisaran US$ 109.000 pada Januari lalu.
Berdasarkan coinmarketcap, Bitcoin bertengger di US$ 106.344 pada Rabu (21/5) pukul 19.48 WIB. Dalam 24 jam terakhir menguat 1,21%, mengakumulasi kenaikan 2,41% dalam sepekan.
Baca Juga: Jual Terlalu Cepat, Jerman Rugi Potensial Lebih dari US$2 Miliar dari Bitcoin
Analyst Reku Fahmi Almuttaqin menilai, kenaikan harga ini dipicu oleh kombinasi faktor makroekonomi, arus investasi institusional, dan optimisme para investor yang relatif tinggi.
Data Coinglass dan The Block menunjukkan sepanjang bulan Mei ini angka negatif pada arus masuk neto ETF Bitcoin spot AS hanya terdapat dua hari, yakni pada tanggal 6 dan 13 Mei.
Menurutnya, masuknya investasi dari institusi besar seperti aset manager global memperkuat posisi Bitcoin di pasar.
"Kehadiran investor tradisional AS, khususnya dari kalangan institusional tidak hanya meningkatkan permintaan terhadap Bitcoin, tapi juga turut menjadi sinyal positif bagi pelaku pasar ritel untuk ikut masuk ke pasar kripto," tulisnya dalam keterangan resmi, Rabu (21/5).
Lalu, ekspektasi para pelaku pasar terhadap akan diturunkannya suku bunga The Fed juga turut menjadi faktor di balik tren positif Bitcoin saat ini.
Baca Juga: Lupakan Sell in May, Bitcoin Tembus US$107.000 dan Diprediksi Cetak Rekor Baru
Data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan memicu spekulasi terhadap potensi penurunan suku bunga acuan.
"Diturunkannya suku bunga akan cenderung memperlemah nilai dolar AS dan mendorong investor mencari aset lindung nilai alternatif seperti Bitcoin, Ethereum, dan emas," tambahnya.
Indikator on-chain seperti Realized Capitalization dan rasio MVRV (Market Value to Realized Value) memperlihatkan sedang terjadinya tren akumulasi.
Data dari Glassnode menunjukkan, Realized Cap Bitcoin menyentuh rekor tertinggi, menandakan banyaknya investor baru yang masuk di harga tinggi dan belum mengambil keuntungan, yang umumnya menjadi tanda akan berlanjutnya reli yang ada.
"Jika Bitcoin mampu bertahan di atas US$ 105.000 dalam beberapa hari ke depan, potensi breakout menuju US$ 110.000 hingga US$ 120.000 semakin terbuka," sebutnya.
Baca Juga: Malone Lam, Pemuda Singapura yang Didakwa Atur Sindikat Pencurian Bitcoin Rp3,7 T
Beberapa lembaga keuangan internasional, seperti Standard Chartered dan JP Morgan, juga memproyeksikan harga Bitcoin dapat mencapai US$ 120.000 di akhir kuartal II 2025. Namun dengan catatan jika sentimen positif terus berlanjut.
"Investor dihimbau untuk tetap waspada terhadap potensi koreksi harga jangka pendek, mengingat indikator RSI mulai memasuki area overbought dan terdapat resistance kuat di area ATH sebelumnya," kata Fahmi.
Potensi berlanjutnya tren positif yang ada turut diiringi dengan risiko inflasi dan perlambatan ekonomi dari kebijakan tarif Trump. Karenanya, investor perlu cermat dan adaptif dalam mengelola portofolio investasinya.
Selanjutnya: BRI Life Memberikan Perlindungan Asuransi Untuk Seluruh Peserta Digiland 2025
Menarik Dibaca: Kasus Covid-19 Meningkat di Beberapa Negara Asia, Kemenkes Imbau Masyarakat Waspada
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News