Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca-rights issue, permodalan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) semakin tangguh. Bekal ini bisa dimanfaatkan untuk mendukung ekspansi BBTN membidik kredit pemilikan rumah (KPR) di segmen nonsubsidi.
Rabu (28/12) BBTN memulai masa pelaksanaan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau exercise rights. Periode ini akan berlangsung hingga 5 Januari 2023.
Emiten pelat merah ini membidik dana segar Rp 4,13 triliun dari aksi korporasi rights issue. Pemerintah akan melakukan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 2,48 triliun sesuai dengan porsi kepemilikan sahamnya sebesar 60%.
Baca Juga: Pemerintah Exercise Saham Rights Issue BBTN di Hari Pertama Perdagangan Rights
Research Analyst MNC Sekuritas Tirta Citradi dalam riset 29 November 2022 mengungkapkan bahwa rights issue akan memperkuat permodalan inti BBTN. Dengan asumsi, BBTN bisa meraup Rp 4,13 triliun dari hajatan rights issue, maka diperkirakan modal tier-1 akan meningkat menjadi 15,8%, naik dari 13,01% pada kuartal kedua 2022.
Kenaikan modal inti tersebut turut menjadikan capital adequacy ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal BTN keseluruhan menjadi 20,6%, sejalan dengan estimasi manajemen sekitar 19%-20%. Angka tersebut mencerminkan CAR BBTN sudah cukup sebanding dengan rekan Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) yang berada di atas 20%.
Selain itu, lanjut Tirta, hasil dari aksi korporasi tersebut akan meningkatkan likuiditas BBTN. Apabila dana segar hasil rights issue bisa dialokasikan untuk optimalisasi KPR, maka net interest margin (NIM) BBTN juga akan meningkat lebih lanjut karena cost of fund (CoF) dapat dikelola dan hasil pinjaman yang lebih tinggi.
Baca Juga: Bertambah Lagi, Kini Ada 8 Bank Mini yang Penuhi Ketentuan Modal Inti Rp 3 Triliun
Bukan tanpa alasan, emiten perbankan yang fokus pada pendanaan KPR ini tengah menyadap pasar baru. Hal itu menjadi salah satu alasan aksi korporasi pengumpulan modal.
Tirta menjelaskan, BBTN telah meluncurkan produk baru yang diyakini bisa menjadi mesin pertumbuhan berikutnya dengan melakukan diversifikasi melalui ekspansi KPR non-subsidi. BBTN meluncurkan skema rent to own (RTO) mortgage dan menargetkan sekitar 1.000 pemohon baru khususnya pada program tahun pertama.
"Kami percaya RTO akan mendorong hasil pinjaman BTN ke depan di saat uncapped lending rate. Tidak seperti di segmen KPR bersubsidi," tulis Tirta dalam riset.
Baca Juga: BTN Meluncurkan Super Apps Baru di Awal 2023, Gabungkan Seluruh Layanan Digital BTN
Analis BRI Danareksa Sekuritas Eka Savitri dalam riset 28 Oktober 2022 menuturkan bahwa diversifikasi BBTN ke produk KPR nonsubsidi ini akan menciptakan lebih banyak ruang untuk hasil pinjaman yang lebih tinggi. Sebab, suku bunga pinjaman KPR nonsubsidi tidak akan dibatasi sebagaimana mestinya KPR bersubsidi.
"Dengan menciptakan ekosistem perumahan, BBTN berharap dapat memanfaatkan tidak hanya pinjaman tetapi juga sumber pendanaan," imbuh Eka dalam riset.
Selain itu, lanjut Eka, BBTN juga melayani pasar milenial dengan ukuran yang sedikit lebih besar Rp 200 juta-Rp 400 juta dibandingkan dengan KPR bersubsidi. Melalui program RTO, BBTN diproyeksikan mencapai pertumbuhan sebesar 10,4% secara tahunan untuk segmen KPR nonsubsidi di tahun 2023.
Selain itu, BBTN telah mendapatkan sekitar 220.000 rumah untuk skema FLPP bagi segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Ini menunjukkan posisi vital Bank BTN untuk mendukung program pemerintah dalam melonggarkan backlog perumahan nasional.
Baca Juga: Sah Jadi Bank Kustodian, BTN Bidik Dana Kelolaan Rp 12 Triliun
Kepala Riset Aldiracita Sekuritas Agus Pramono menilai bahwa setelah rights issue BBTN akan memiliki Tier 1 CAR yang lebih kuat, atau bisa di atas 16%. Dengan modal yang lebih besar, BBTN seharusnya bisa mendorong pertumbuhan kredit.
Di memproyeksikan pinjaman BBTN bakal tumbuh berkisar 10% di tahun 2023. Hanya saja, NIM akan terbatas karena adanya persaingan yang cukup ketat di segmen non subsidi.
"Untuk itu, BBTN harus masuk ke KPR low-mid segment," ujar Agus kepada Kontan.co.id, Rabu (28/12).
Baca Juga: Rights Issue BSI Kelebihan Permintaan 1,4 Kali, BTN Masih Proses
Adapun sepanjang periode Januari-September 2022, Bank BTN telah menyalurkan kredit mencapai Rp 289,6 triliun meningkat 7,18% dari posisi yang sama tahun lalu senilai Rp 270,27 triliun. Penyaluran kredit perumahan masih mendominasi total kredit BTN pada kuartal ketiga 2022. Kredit perumahan yang disalurkan Bank BTN hingga akhir September 2022 mencapai Rp 256,48 triliun.
Dari jumlah tersebut, KPR Subsidi pada kuartal ketiga 2022 masih mendominasi dengan nilai sebesar Rp 140,97 triliun. Sedangkan KPR Non Subsidi sebesar Rp 87,11 triliun pada kuartal ketiga 2022.
NIM Bank BTN terpantau mengalami kenaikan dari 3,52% pada akhir September 2021 menjadi 4,51% di kuartal ketiga 2022. Sementara, perolehan dana pihak ketiga (DPK) Bank BTN mencapai Rp 312,84 triliun naik 7,41% yoy.
Dari jumlah tersebut perolehan dana murah atau CASA mencapai Rp 143,59 triliun naik sebesar 18,7% dibandingkan akhir September 2021 sebesar Rp 120,96 triliun.
Alhasil, BBTN sukses mengantongi laba sebesar Rp 2,28 triliun pada kuartal ketiga 2022. Laba BBTN tersebut melesat 50,11% dibandingkan periode sama tahun 2021 yang sebesar Rp 1,51 triliun.
Baca Juga: Inilah Jawara Saham Perbankan Tahun 2022
Agus menilai bahwa prospek harga saham Bank BTN akan mendaki, terutama pasca-rights issue. Pasalnya, harga saham BBTN saat ini dianggap masih undervalued atawa murah dengan price to book value (PBV) 0,7x.
Untuk saat ini, target harga saham Bank BTN masih dalam review Aldiracita Sekuritas karena masih menimbang hasil rights issue. Yang jelas, Agus masih merekomendasikan buy saham BBTN dengan target harga lama Rp 2.400 per saham.
Tirta juga menyarankan buy saham BBTN namun dengan target harga sedikit lebih rendah Rp 2.300 per saham. Sementara, Eka mempertahankan rekomendasi buy target harga Rp 2.500 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News