Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pasar obligasi tahun ini akan diwarnai beberapa isu. Salah satunya adalah adanya peluang kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia alias BI rate. Hal ini dilakukan demi mendorong neraca perdagangan yang lebih sehat.
Lalu, bagaimana dengan prospek obligasi ritel, khususnya sukuk ritel (sukri) yang saat ini sedang dalam masa penawaran. Fakhrul Aufa, Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) memperkirakan, BI rate akan naik sekitar 0,5%-1,5% tahun ini.
Saat ini, BI rate ada di level 7,5%. Berarti, bunga acuan berpotensi menuju level 8%-9%. "Tetapi, dengan tawaran imbal hasil setara 8,75% dan tenor tiga tahun, sukri masih lebih menarik ketimbang deposito," ujarnya, Jumat (14/2).
Begini simulasinya. Misalnya, investor membenamkan dananya di deposito sebesar Rp 10 juta. Lalu, bunga deposito naik sejalan dengan BI rate yaitu ke level 8%-9%.
Dengan asumsi bunga dibagikan setiap bulan, maka setiap bulannya investor menerima bunga 0,66% hingga 0,75%. Dengan potongan pajak bunga sebesar 20%, maka bunga yang bisa diterima menjadi 0,52%-0,6%.
Dengan investasi Rp 10 juta, maka setiap bulannya investor menerima Rp 52.000-Rp 60.000.
Nah, di sukri, potongan pajak bunga lebih kecil, yakni 15%. Maka, dengan imbal hasil 8,75%, investor bisa memperoleh Rp 61.900 per bulan. Dengan catatan, ini belum dipotong biaya pembelian.
Sebagai tambahan informasi, masa penawaran sukri berlangsung mulai hari ini, 14 Februari 2014 hingga 28 Februari. Jadi, mau pilih mana, sukri atau deposito?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News