Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor bisnis menara telekomunikasi punya prospek yang positif ke depannya, utamanya menghadapi tahun pemilu 2024 mendatang.
Analis OCBC Sekuritas Kevin Jonathan Panjaitan mengatakan, Indonesia membutuhkan lebih banyak menara karena jumlah penduduk yang dijangkau oleh satu menara sudah tinggi.
Satu menara telekomunikasi di Indonesia menjangkau sekitar 2.4000 orang, lebih tinggi dari Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Akan tetapi, jumlah tersebut lebih rendah dari Filipina yang jangkauannya mencapai 3.800 orang per menara.
Kevin meyakini ada potensi yang signifikan untuk menambah jumlah menara Indonesia. Pasalnya, satu menara saat ini melayani jumlah orang yang relatif banyak.
Baca Juga: Dayamitra Telekomunikasi (MTEL) Telah Serap Capex 60% Hingga Kuartal III-2023
Selain itu, Indonesia memiliki luas lahan per menara tertinggi, yakni 16,4 km persegi per menara pada tahun 2022, angka ini lebih tinggi dibandingkan Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Dengan kata lain, ketersediaan menara di Indonesia berada dalam jarak yang relatif jauh.
"Kami yakin jumlah menara di Indonesia perlu ditambah, terutama di daerah terpencil, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas jaringan," kata Kevin dalam risetnya tanggal 19 Oktober 2023.
Selain itu, prospek sektor menara telekomunikasi juga didukung oleh pertumbuhan fiber optic yang kuat. Bisnis fiber to the tower (FTTT) diperkirakan tumbuh pada CAGR sebesar 19% dari tahun 2022 hingga 2028, mencapai Rp 10,8 triliun.
Lebih lanjut, cakupan layanan fiber to the home (FTTH) kemungkinan akan semakin diperluas di Indonesia. Operator telekomunikasi seperti XL Axiata dan Indosat, berupaya memperluas layanan fixed broadband mereka.
Baca Juga: Laba Bersih MTEL Sentuh Rp 1,43 Triliun, Tumbuh 16,6%, Begini Rekomendasi Analis
Berdasarkan penelitian Arthur D. Little, Indonesia mempunyai cakupan FTTH terendah di antara negara-negara Asia Tenggara lainnya, yakni hanya 27%. Cakupan FTTH ini diperkirakan akan tumbuh menjadi 57% pada tahun 2027.
"Oleh karena itu, kami juga memperkirakan permintaan tersebut akan meningkat baik FTTT maupun FTTH akan terus berkembang dalam beberapa tahun ke depan," ucap Kevin.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menyampaikan, gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 juga akan menjadi sentimen positif bagi sektor menara telekomunikasi. Momentum Pemilu berpotensi meningkatkan penggunaan data serta permintaan layanan 4G dan 5G.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, operator telekomunikasi membutuhkan infrastruktur yang kuat, termasuk menara telekomunikasi untuk mendukung jaringan mereka. Hal ini akan meningkatkan penyewaan menara serta fiber optic.
"Pada akhirnya, peningkatan permintaan tersebut dapat yang pada mengerek pendapatan para emiten menara yang saat ini memang menyediakan penyewaan menara maupun fiber optic," tutur Sukarno saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (12/11).
Baca Juga: Emiten Jumbo Getol Kucurkan Capex, Simak Penggunaan dan Realisasi hingga Kuartal III
Kevin menetapkan rekomendasi overweight untuk sektor menara karena industri ini punya potensi pertumbuhan yang prospektif dalam beberapa tahun ke depan.
Ia menetapkan rekomendasi buy untuk PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) serta hold untuk Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).
Ia menyukai TOWR dan MTEL karena memiliki keunggulan kompetitif serta peluang pertumbuhan dalam bisnis penyewaan menara dan fiber optic. Sementara risiko negatif berasal dari lambatnya ekspansi operator telekomunikasi, kenaikan suku bunga, konsolidasi operator lainnya, dan perluasan Starlink di daerah terpencil.
Baca Juga: TOWR Semakin Optimalkan Bisnis dari Sektor Non Menara
Di sisi lain, Analis Sucor Sekuritas Christofer Kojongian mengatakan, kenaikan suku bunga acuan potensial berdampak pada kinerja laba bersih emiten menara. Pasalnya, utang bank cukup mendominasi pendanaan para emiten ini.
Christofer mencatat, per September 2023, utang bank berkontribusi sebesar 79% terhadap total pendanaan TOWR. Sementara itu, porsi utang bank terhadap total pendanaan MTEL adalah sebesar 86% dan TBIG 98%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News