Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan harga nikel yang terjadi beberapa hari terakhir dianggap hanya pergerakan teknikal saja. Secara keseluruhan, Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono optimis prospek harga nikel masih akan positif dan berpotensi untuk kembali naik di akhir tahun.
Sebagai informasi, harga nikel di bursa London Metal Exchange (LME) terkoreksi 0,05% dan berada di level US$ 16.217 per ton pada Jumat (18/10). Menurut Wahyu, dalam jangka panjang prospek harga nikel lumayan bagus lantaran harga masih bergerak di atas harga tengah atau rata-rata. Begitu juga dengan pergerakan harga dalam beberapa bulan terakhir yang dianggap masih positif, bahkan cenderung menguat di 2019.
"Hanya saja untuk short term masih dalam kondisi overbought, sehingga wajar koreksi. Sedangkan secara fundamental masih belum banyak perubahan," jelas Wahyu kepada Kontan.co.id, Senin (21/10).
Apalagi, berkaca dari pergerakan sepanjang September 2019 harga nikel cenderung masih bagus. Salah satu faktor pendukungnya, yakni kebijakan larangan ekspor yang diterapkan pemerintah Indonesia.
Baca Juga: Simak rekomendasi analis untuk saham emiten logam dan mineral
Ditambah lagi, permintaan logam untuk baterai kendaraan listrik bisa naik hingga enam kali lipat jika pertumbuhan mobil listrik mencapai 8% di pertengahan 2020, sebagaimana sempat diprediksikan Moody's pada bulan lalu. Lembaga pemeringkat tersebut memperkirakan permintaan kobalt dari DRC yang merupakan produsen utama dunia untuk lithium, nikel dan tembaga bakal meningkat.
Di sisi lain, sentimen umum seperti negosiasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, rencana Inggris keluar dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit, serta arah kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) terkait pemangkasan suku bunga acuan masih turut mewarnai sentimen pergerakan harga nikel di sisa tahun 2019.
Sementara itu, beberapa sentimen negatif juga masih akan menghantui prospek harga nikel ke depan. Di antaranya, kekhawatiran investor terhadap kondisi pasar keuangan global yang membuat investor cenderung berhati-hati untuk masuk bursa logam.
Kekhawatiran juga meningkat saat Dana Moneter Internasional (IMF) mengeluarkan prediksi bahwa risiko ekonomi global tengah meningkat. Kondisi tersebut juga berndampak pada menurunnya pertumbuhan kredit, yang juga berisiko menimbulkan kerentanan finansial yang berdampak hingga jangka menengah.
Baca Juga: Masih konsolidatif, harga tembaga berpotensi kembali tertekan
Selain itu, kekhawatiran terhadap perkembangan negosiasi perang dagang antara AS dengan China juga masih menjadi perhatian pasar sebelum memutuskan untuk masuk ke pasar logam. Alhasil, pasar logam cenderung bearis pada perdagangan awal pekan ini.
Wahyu memperkirakan dalam sepekan ini pergerakan harga nikel akan bergerak di rentang US$ 15.000 per ton hingga US$ 18.000 per ton. Sedangkan untuk perdagangan besok (22/10) berada di kisara support US$ 16.100 per ton, US$ 16.000 per ton, dan US$ 15.900 per ton. Sedangkan untuk level resistance US$ 16.250 per ton, US$ 16.350 per ton, US$ 16.450 per ton.
"Hingga akhir tahun prediksi harga nikel bisa ke US$ 18.000 per ton dengan rekomendasi buy on weakness," imbuhnya.
Baca Juga: Usai divestasi, simak rekomendasi saham Vale Indonesia (INCO) dari analis berikut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News