Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Witjaksono, Direktur Keuangan PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk (DAJK), tak lahir dari keluarga yang melek berinvestasi. Dia bercerita, ayahnya seorang pegawai negeri sipil (PNS) Dinas Perikanan golongan rendah. Sementara ibunya seorang ibu rumah tangga yang pernah jadi buruh pabrik.
Meski demikian, sejak remaja Witjaksono memiliki jiwa berbisnis yang tinggi. "Jika punya uang, saya gatal menggunakannya untuk sesuatu. Maka lebih baik mendayagunakan lagi," ucap dia. Karena itu, ia memulai berinvestasi di sektor riil.
Pilihan pertama Witjaksono kala itu, adalah bisnis ekspor ikan. Witjaksono membeli ikan berkualitas ekspor dari para nelayan. Bermodal cold storage untuk menyimpan ikan bisnisnya terus bertumbuh.
Bahkan menurut pria kelahiran Pati Jawa Tengah ini, saat ini perusahaannya telah menjadi pengekspor ikan terbesar di Jawa Tengah. Saat ini, 30% ikan miliknya diekspor. "Saya membangun bisnis di Pati karena ingin memberi hasil pada orang lain dan agar tempat kelahiran saya ramai," ujar dia.
Properti tanah
Selain berbisnis, bungsu dari enam bersaudara ini pun berinvestasi. Witjaksono bilang, saat memulai berinvestasi mempunyai dua tujuan utama. Pertama, ingin hasil investasi bermanfaat bagi diri sendiri. Kedua, investasi bermanfaat bagi orang lain.
Witjaksono memaparkan, saat menanamkan uang di sektor riil akan bermanfaat pada sumber daya manusia di lingkungan sekitar. Nah saat memilih produk investasi akan bermanfaat untuk keluarga ke depannya.
Witjaksono mengatakan, pilihan pertama berinvestasi adalah properti. "Saya menyukai properti berbentuk tanah dibandingkan bangunan," ujar dia.
Sebab biasanya, tanah lebih mudah dijual kembali. Salah satu properti miliknya berada di Subang. "Sebelum ada pembangunan jalan tol baru di Subang saya membelinya. Saat itu harganya masih murah," papar Witjaksono.
Nah, saat jalan tol dibuka harga tanah di sana menjadi tinggi. Namun, pria lulusan Universitas Diponegoro ini enggan membeberkan keuntungan berinvestasi di properti.
Witjaksono menyarankan, cermat memilih properti. Pasalnya, harga properti di Indonesia saat ini sudah naik fantastis. Bahkan menurut dia, harga tanah per meter persegi di Serpong, Tangerang misalnya, lebih tinggi dari harga tanah di Brisbane, Australia. "Saya rasa kenaikan harga properti cenderung kurang masuk akal," ujar Witjaksono.
Selain properti, Witjaksono juga menggenggam deposito. Namun, menurut dia, deposito lebih untuk likuiditas.
Tapi kalau berinvestasi, Witjaksono lebih memilih bermain saham. Dia bilang, sempat memiliki saham di bidang pertambangan. "Dua tahun lalu, saya pilih saham tambang sedang naik daun," ujar dia.
Namun, bermain saham membutuhkan daya analisa yang mumpuni. "Saat ini saya sudah lepas semua kepemilikan saham saya," ujar dia. Pria berusia 32 tahun ini bilang, kalau ingin membeli saham lagi, maka akan memilih saham sektor konsumer dan infrastruktur. Sebab, dia merasa kedua sektor tersebut masih menarik.
Witjaksono mengakui, berinvestasi di saham menghasilkan lebih tinggi ketimbang di reksadana atau emas. "Dibandingkan reksadana lebih baik langsung menyimpan modal di saham karena bisa memperoleh imbal hasil lebih tinggi," ujar dia.
Witjaksono bercerita, sebelumnya juga sempat menyimpan dana di emas. Tapi ternyata menurut dia, keuntungannya di emas harus stok sabar yang panjang. "Emas kurang cocok kalau orang membutuhkan dana dalam jangka pendek. Sebab harga emas bisa turun dalam jangka pendek," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News