kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berikut rekomendasi saham Visi Media (VIVA) usai jual 39% saham induk usaha ANTV


Jumat, 09 April 2021 / 07:00 WIB
Berikut rekomendasi saham Visi Media (VIVA) usai jual 39% saham induk usaha ANTV


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) telah divestasi 39% kepemilikan saham di PT Intermedia Capital Tbk (MDIA). Aksi korporasi yang dilakukan VIVA ini akan membuat net gearing VIVA sebesar 816% dengan nilai utang US$ 239,8 juta akan turun dengan net gearing menjadi 22% setara dengan utang Rp 960 miliar pada tahun 2021. 

Kondisi ini menurut Analis Samuel Sekuritas Nashrullah Putra dalam riset 1 April 2021, akan membuat rugi bersih VIVA pada tahun 2020 berbalik menjadi laba pada tahun 2021. Bahkan pada tahun 2022 akan naik 48% secara year on year (yoy). "Perlu dicatat VIVA akan terhindar dari utang dollar AS karena sisa utang akan dikonversi dalam utang berdenominasi rupiah," terang dia. 

Baca Juga: Divestasi, struktur keuangan Visi Media Asia (VIVA) bakal membaik

Total transaksi divestasi induk usaha PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) ini senilai Rp 2,4 triliun setara dengan US$ 171,8 juta. Saham induk usaha televisi ANTV ini dibeli oleh Reliance Capital International Limited (RCIL). "Hal ini akan mengurangi tekanan pada balance sheet VIVA dan akan menurunkan net gearing menjadi 22% dan mengurangi biaya bunga sebesar Rp 495 miliar," terang Nashrullah dalam riset. 

Nashrullah dalam riset memperkirakan, VIVA akan membukukan laba bersih sebesar Rp 966 miliar pada tahun ini. Sementara, pada tahun 2020 akan mencetak rugi bersih Rp 751 miliar. "Pasca transaksi ini, VIVA akan tetap sebagai pemegang saham pengendali MDIA dengan kepemilikan 51%," jelas dia dalam riset. 

Berdasarkan valuasi, proyeksi book value VIVA ada tahun 2021 sebesar Rp 2,6 triliun setara dengan Rp 155 per saham tidak termasuk kepemilikan minoritas di tahun 2021. Divestasi saham MDIA akan membuat total ekuitas VIVA menjadi Rp 3,8 triliun, naik dari Rp 45 miliar termasuk minority interest Rp 1,3 triliun dan keuntungan divestasi Rp 1,7 triliun dan peningkatan laba ditahan atas pendapatan atau bunga yang belum dibayar sebesar Rp 1,2 triliun. 

VIVA juga bisa menarik pinjaman dalam denominasi rupiah senilai Rp 960 miliar dengan tingkat bunga 11%. Akibatnya, net gearing akan turun menjadi 22%, memberikan ruang bagi VIVA untuk memanfaatkan arus kasnya untuk pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi. 

Baca Juga: VIVA dan MDIA akan kelola konten bersama influencer untuk bertahan di era digital

Dengan memiliki struktur pemodalan yang lebih kuat, VIVA siap untuk mendapatkan keuntungan dari porsi pengiklan di Indonesia Rp 180 triliun. 

Menurut Nashrullah, katalis pertumbuhan tambahan VIVA adalah inovasi digital. Segmen digital akan menjadi masa depan sektor media. VIVA telah meluncurkan 10 platform web publisher, dua menawarkan fitur video (Vlix.id & TvOne connect) dan memiliki pengguna aktif bulanan (MAU) sebanyak 35 juta pada Desember 2020. 

Nasrullah memperkirakan, laba bersih VIVA jika mengeliminasi laba atas divestasi entitas anak Rp 150 miliar pada tahun 2021. Dan laba bersih VIVA tanpa divestasi anak usaha akan terus tumbuh 48% yoy di tahun 2022 menjadi Rp 222 miliar. 

Ini setara dengan target harga Rp 140 merefleksikan PBV 0,9 kali pada tahun 2021 setara dengan valuasi PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN). Nashrullah memberi rekomendasi untuk BUY saham VIVA dengan 169% potential upside. Pada Kamis (8/4), saham VIVA ditutup di Rp 86 per saham

Saat ini, VIVA secara atraktif diperdagangkan pada PBV 0,4 kali atau diskon 90% dari rata-rata sektor. Nashrullah memberi rekomendasi saham VIVA, BUY dengan target harga Rp 140. Ini stara dengan valuasi MNCN diskon 74% dari sektor.

Baca Juga: Visi Media Asia (VIVA) menyetujui penjualan 39% saham Intermedia (MDIA)

Nashrullah menyebut, faktor risiko yang bisa dihadapi oleh VIVA ke depan adalah persaingan ketat di segmen digital serta pertumbuhan belanja iklan melambat. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×