Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) tampak masih kelabu seiring belum didapatnya izin ekspor konsentrat seng dan timbal. Apalagi, emiten ini belum mampu mengoperasikan smelternya secara optimal.
Direktur Utama ZINC Harjanto Widjaja mengatakan, pihaknya menghadapi masalah lantaran smelter timbal (Pb) milik anak usaha PT Kapuas Prima Citra yang telah dibangun ternyata kurang efisien.
Uji coba produksi smelter timbal tersebut dilakukan pada 2023—2024. Namun, lantaran teknologinya sudah tertinggal, tingkat recovery yang didapat belum memuaskan sehingga biaya produksi tinggi.
Baca Juga: Tahun 2024, Rugi Bersih Kapuas Prima Coal (ZINC) Membengkak 480%
“Biaya produksi tinggi membuat perusahaan tidak meraih profit, sehingga kami memutuskan untuk menunda produksi secara komersial,” kata dia dalam paparan publik, Senin (30/6).
Di samping itu, ZINC juga belum mampu menyelesaikan proyek pembangunan smelter seng (Zn). Produk konsentrat seng dan timbal ZINC pun tidak mampu terserap di pasar domestik, sehingga perusahaan ini berinisiatif melakukan ekspor konsentrat.
ZINC telah mengajukan surat persetujuan ekspor (SPE) ke Kementerian Perdagangan dengan rekomendasi dari Kementerian ESDM sejak 2024 lalu.
Namun, hingga saat ini ZINC belum mendapat lampu hijau untuk ekspor konsentrat ke luar negeri. “Alhasil, kami belum mampu meraih pendapatan dari hasil penjualan,” imbuh dia.
Per kuartal I-2025, penjualan ZINC tercatat nihil. Akibatnya, rugi bersih ZINC membengkak 239% year on year (yoy) menjadi Rp 52,1 miliar.
ZINC sebenarnya telah berupaya melakukan perbaikan smelter timbal per bulan Mei 2025 dan diperkirakan selesai pada akhir Agustus 2025. Smelter tersebut ditargetkan dapat beroperasi secara komersial mulai September 2025. “Kami harap produksi konsentrat timbal dari perusahaan dapat dijual langsung ke smelter milik anak usaha,” tutur Harjanto.
Pihak ZINC juga masih memproses pembangunan smelter seng yang diharapkan dapat beroperasi pada akhir Desember 2025 atau awal semester I-2026.
Selain berharap izin ekspor didapat dan proyek smelter tuntas, Manajemen ZINC juga berencana melakukan restrukturisasi atas utang bank senilai Rp 1,5 triliun yang akan jatuh tempo pada akhir 2025. Restrukturisasi ini turut melibatkan beberapa calon investor yang tertarik dengan perkembangan proyek smelter ZINC.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi menyampaikan, ZINC memang berada dalam posisi serba sulit. Produk seng dan timbal yang dihasilkan ZINC memiliki permintaan yang terbatas di dalam negeri, sehingga ekspor otomatis menjadi solusi paling praktis.
“Kalau belum dapat SPE, ini menjadi sentimen negatif,” kata dia, Senin (30/6).
Di sisi lain, dia menyebut langkah ZINC yang hendak restrukturisasi utang sekaligus menggandeng investor strategis dapat menjadi sinyal positif untuk perbaikan kinerja keuangan perusahaan dalam jangka panjang.
Wafi sendiri merekomendasikan wait and see saham ZINC. Pada Senin (30/6) saham ZINC berada di level Rp 13 per saham atau tidak berubah dari perdagangan sebelumnya. ZINC termasuk saham yang memiliki notasi khusus dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Selanjutnya: Empat Permendag Dicabut, Izin Usaha Waralaba Kini Lebih Cepat
Menarik Dibaca: Tiket Diskon KAI Terjual 1,89 Juta Kursi, Ini KA dengan Tarif di Bawah Rp 100 Ribu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News