kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Belajar dari Strategi Investasi Warren Buffett di Tengah Kenaikan Suku Bunga The Fed


Jumat, 08 Juli 2022 / 18:48 WIB
Belajar dari Strategi Investasi Warren Buffett di Tengah Kenaikan Suku Bunga The Fed


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan investor saham mencari cuan di pasar saham kini berat. Pergerakan pasar saham mengalami pelemahan di tengah berbagai tantangan ekonomi global, mulai dari krisis energi dan pangan, hantaman inflasi, serta hambatan rantai pasokan global akibar konflik geopolitik. 

Arah suku bunga The Fed juga menjadi perhatian para investor saat ini. Bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut agresif menaikkan suku bunga sejak semester I dan diperkirakan akan menaikkan suku bunganya pada paruh kedua ini guna meredam hiper inflasi yang dihadapi negara itu.

Untuk bisa tetap cuan di tengah berbagai tantangan itu, investor mungkin bisa belajar dari strategi investasi para investor kakap, salah satunya Warren Buffett, Ketua dan CEO Berkshire Hathaway. 

Legenda investasi dunia berusia 91 tahun yang dikenal karena nasihat dan kecakapan keuangan strategisnya memiliki beberapa jurus ampuh dalam menghadapi gejolak pasar akibat lonjakan inflasi saat ini. 

Baca Juga: Saat Pasar Keuangan Kacau, Warren Buffett: Jangan Menyerah pada Rasa Takut

Tahun ini, Warrent Buffett melalui Berkshire Hathaway banyak meningkatkan investasinya pada saham sektor energi dan juga perbankan. Terbaru, Berkshire Hathaway membeli lagi 12 juta saham Occidental Petroleum Corp minggu ini sehingga kepemilikannya pada perusahaan minyak itu kini telah mencapai 18,7%.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang diberikan perusahaan ke Komisi Sekuritas dan Bursa AS, pembelian tersebut menelan biaya sekitar US$ 698 juta. Minggu lalu, Berkshire baru saja membeli 9,9% juga saham Occidental.

Occidental merupakan perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas AS yang memiliki wilayah operasi di Amerika Serikat, Timur Tengah dan Amerika Selatan.

Berkshire juga memiliki US$ 10 miliar saham preferen Occidental dan memiliki waran untuk membeli 83,9 juta saham biasa lainnya seharga US$ 5 miliar. Harga saham Occidental naik lebih dari dua kali lipat tahun ini, terdorong oleh pembelian Berkshire serta kenaikan harga minyak menyusul invasi Rusia ke Ukraina.

Peningkatan saham Berkshire memunculkan spekulasi pelaku pasar bahwa Buffet kemungkinan pada akhirnya akan mencaplok semua saham Occidental. Jika sahamnya mencapai 20%, Berkshire dapat mempertimbangkan perubahan akuntansi yang memungkinkannya mengkonsolidasikan kinerja perusahaan minyak itu ke laporan keuangannya. 

Baca Juga: Warren Buffett dan Bill Gates Menaruh Minat Besar pada Investasi Lahan Pertanian

Selain itu Occidental, Buffetjuga dilaporkan terus menambah kepemilikan saham di perusahaan minyak Chevron sepanjang kuartal I lalu. Hingga akhir Maret, Berkshire telah berinvestasi di Chevron senilai US$ 25,9 miliar sejak kuartal III 2020. Sementara pada akhir 2021, investasinya baru US$ 4,5 miliar. 

Selain di energi, Berkshire juga menambah investasinya ke sektor perbankan. Perusahaan ini membeli saham Citigroup Inc bersamaan dengan beberapa perusahan lain dalam bentuk tunai senilai US$ 51,1 miliar pada kuartal I lalu. Investasinya di Citigroup hampir mencapai US$ 3 miliar. 

Berkshire melaporkan kepemilikan baru di Ally Financial Inc, perusahaan bahan kimia dan bahan khusus Celanese Corp, perusahaan induk asuransi Markel Corp, distributor obat McKesson Corp dan Paramount Global, sebelumnya dikenal sebagai ViacomCBS.

Menurut pengamat pasar modal dan Direktur Avere Investama Teguh Hidayat, ada strategi Buffet itu yang bisa diterapkan di Indonesia saat ini, yakni investasi di sektor komoditas energi. Pasalnya, hanya sektor ini yang tidak terdampak kenaikan suku bunga The Fed. 

Sektor energi berhubungan dengan suplai dan permintaan. Saat ini suplai energi terbatas karena dampak dari Perang Rusia-Ukraina, alhasil harganya melambung. Rusia merupakan salah satu produsen minyak, gas, dan batubara terbesar di dunia. 

Oleh karenanya, Teguh memperkirakan saham-saham energi akan diuntungkan dan tidak akan turun dalam waktu dekat. Ia melihat sektor ini teap dijadikan investasi jangka direntang waktu 6 sampai 12 bulan. 

"Jadi Warrent Buffet investasinya di saham minyak karena AS merupakan salah satu negara produsen minyak terbesar di dunia. Kalau di Indonesia, yang menarik saham perusahaan batubara. Kalau untuk minyak kita importir, sedangkan di batubara kita eksportir," jelas Teguh pada Kontan.co.id, Jumat (8/7).

Selain batubara, sektor yang menarik lagi untuk investasi saham saat ini menurut Teguh di tengah kenaikan suku bunga The Fed yang berdampak pada penguatan dollar adalah sektor berbasis eskpor seperti kertas. 

Sementara saham sektor perbankan antara Indonesia dan AS menurutnya berbeda. Saat bunga The Fed naik, duit-duit yang modar-mandir di pasar saham akan masuk ke perbankan sehingga bank-bank di AS akan diuntungkan. Apalagi, lanjutnya, saham bank AS masih relatif murah di saat Bursa Wall Street booming tahun 2020 dan 2021. 

Sebaliknya di Indonesia, saham-saham perbankan yang justru lari duluan pasca pemulihan dari tekanan pandemi walaupun prospek belum bagus.

"Itu karena saat asing masuk lagi ke Indonesia, mereka pasti memilih saham kapitalisasi besar dan itu memang kebanyakan dari perbankan. Kalau saat ini, saham bank-bank besar sudah tidak murah lagi. Apalagi, bunga BI juga belum naik," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×