kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BEI tunggu realisasi janji SIMA


Jumat, 22 Agustus 2014 / 18:34 WIB
BEI tunggu realisasi janji SIMA
ILUSTRASI. Kompleks gedung kantor pusat Kementerian Keuangan di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.


Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Salah satu saham yang paling lama terkena suspen adalah saham PT Siwani Makmur Tbk (SIMA). Perusahaan milik Edward Seky Soeryadjaya ini dinilai memiliki keberlangsungan usaha (going concern) yang diragukan. 

Pada Juni 2014, manajemen SIMA secara resmi mengajukan permohonan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) agar saham perseroan kembali diperdagangkan. Tetapi, permintaan itu tidak dipenuhi. 

Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI mengatakan, pihaknya menunggu hingga bisnis emiten yang bergerak di bidang industri kemasan fleksibel tersebut dinilai berjalan baik.

"Kami akan tunggu sampai laba, sudah ada time table nya, akhir tahun targetnya mereka laba," jelasnya, Jumat (22/8). 

Hingga Juni 2014, SIMA masih mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 4,81 miliar. Angka kerugian ini lebih tinggi dibanding Juni 2013 yang sebesar Rp 3,81 miliar. Adapun, waktu yang tersisa tinggal empat bulan bagi SIMA untuk mencetak laba.

Menurut Hoesen, pihaknya akan terus memantau perkembangan bisnis SIMA. Informasi saja, BEI sudah menghentikan perdagangan saham SIMA sejak 20 Januari 2011. Perseroan terhindar dari ancaman delisting paksa (forced delisting) lantaran adanya upaya manajemen untuk melakukan perbaikan bisnis.

Seperti diatur dalam Peraturan No I-I Tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa dikemukakan ada beberapa hal yang menyebabkan forced-delisting.

Pertama, emiten mengalami  kondisi yang berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha. Sehingga, perseroan dinlai baik secara finansial, hukum, maupun sebagai perusahaan terbuka tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan.

Ke dua, saham emiten bersangkutan disuspen di pasar reguler dan pasar tunai. Jadi, saham perusahaan hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×