Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) mempertanyakan transaksi afiliasi yang dilakukan PT Profident Agro Tbk (PALM) dan beberapa anak usahanya.
Transaksi afiliasi yang dimaksud adalah pinjaman afiliasi antara PT Mutiara Sawit Seluma (MSS) kepada PT Global Kalimantan Makmur (GKM). Keduanya merupakan anak usaha PALM.
Pada 20 Februari 2015, MSS dan GKM meneken adendum I atas perjanjian pinjam meminjam. Dalam adendum itu, MSS menaikkan plafon pinjaman dari Rp 25 miliar menjadi Rp 30 miliar. Jangka waktu pinjaman diubah dari dua tahun menjadi hanya satu tahun. Sehingga, jatuh tempo akan habis pada 29 Desember 2015.
Pinjaman dapat diperpanjang kembali berdasarkan persetujuan tertulis antara MMS dan GKM. GKM menggunakan dana ini untuk kebutuhan modal kerja dan dapat dicairkan sewaktu-waktu. Poin lainnya adalah pinjaman yang awalnya dikenakan bunga 12% per tahun diubah menjadi nol atau tidak dikenakan sama sekali.
Nah, ada beberapa hal yang menjadi isu bagi BEI. Diantaranya alasan penerapan skema transaksi, ada tidaknya jaminan yang diberikan, serta realisasi pinjaman hingga Februari 2015.
Devin Antonio Ridwan, Direktur Keuangan PALM mengatakan, transaksi dilakukan dalam rangka GKM membutuhkan dana untuk modal kerja jangka pendek. Transaksi afiliasi ini dinilai lebih efisien dibanding jika dilakukan dengan pihak tidak terafiliasi.
Namun, dia tidak secara detil menjelaskan mengapa skema pinjaman diubah. Ia hanya bilang, skema transaksi itu dipilih untuk mengantisipasi kebutuhan tambahan modal kerja GKM.
Lebih lanjut, ia mengaku, tidak ada jaminan khusus yang diberikan GKM dalam transaksi pinjam meminjam itu. Adapun, nilai pinjaman yang telah cair sebesar Rp 25,8 miliar hingga akhir Februari 2015.
Transaksi afiliasi lain yang juga mengundang tanya otoritas adalah transaksi antara perseroan, PT Nakau (NAK), PT Transpacific Agro Industry (PAI), dan PT Sumatera Candi Kencana (SCK).
Pada 26 Februari 2014, PALM, NAK dan PAI meneken adendum I atas perjanjian pinjaman dengan SCK. Berdasarkan adendum itu, perseroan, NAK dan SCK setuju PAI akan menjadi kreditur baru bagi SCK. Sehingga, kreditur SCK menjadi PALM, NAK, dan PAI.
Dalam transaksi pinjam meminjam dana itu, nilai pokok pinjaman sebesar Rp 200 miliar. NAK merupakan anak usaha yang 99,99% sahamnya dikuasai PALM. Kemudian, perseroan mengempit 86,67% saham PAI.
Sedangkan pemegang saham SCK adalah PALM sebesar 50%, NAK 48%, dan PAI sebesar 2%. Pinjaman afiliasi ini disahkan dalam perjanjian pinjaman tanggal 20 Oktober 2014. Adapun, masa jatuh tempo akan habis pada 20 Oktober 2015.
Namun, pinjaman dapat diperpanjang kembali berdasarkan persetujuan tertulis dari masing-masing pihak, baik kreditur maupun debitur.
Devin mengungkapkan, alasan dilakukannya transaksi ini adalah, SCK membutuhkan tambahan dana untuk operasional. Padahal, anak usaha PALM ini sudah mengantongi pinjaman dari PT Bank DBS Indonesia.
Oleh karena itu, kekurangan dana dipenuhi oleh pemegang saham SCK. Termasuk PAI yang masuk sebagai kreditur baru. Sehingga, setiap SCK kekurangan modal, para pemegang saham siap memenuhinya.
Total pinjaman yang telah cair sekitar Rp 76,2 miliar. Perinciannya, pinjaman dari PALM sebesar Rp 6,1 miliar, dari PAI sebesar Rp 70 miliar, dan dari NAK senilai Rp 100 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News