Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam perdagangan pekan pertama 2021, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dominan bergerak di zona hijau. Dibandingkan akhir Desember 2020 yang berada di level 5.979,07, IHSG per Jumat (8/1) sudah naik 4,66% ke level 6.257,84. IHSG melanjutkan gerak positifnya pada Senin (11/1) dengan ditutup naik 2% ke posisi 6.382,94.
Kondisi ini sejalan dengan berbagai sentimen positif yang memengaruhi pergerakan pasar saham. Mulai dari dikuasainya Gedung Putih dan parlemen Amerika Serikat (AS) oleh Partai Demokrat, proses transisi kekuasaan di AS yang cenderung positif, serta kenaikan harga komoditas.
Pengamat pasar modal sekaligus Ketua LP3M Investa Hari Prabowo melihat, pergerakan positif IHSG masih dapat berlanjut, seiring dengan upaya pemerintah menangani pandemi Covid-19. Sinyal positif itu terlihat dari pergerakan IHSG pada pekan pertama 2020. Meski pemerintah memutuskan untuk memberlakukan kembali pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada 11-25 Januari 2020 di Jawa dan Bali, IHSG tetap menghijau.
Menurut Hari, respons positif investor ini sejalan dengan para pelaku usaha yang sudah menyesuaikan diri dalam mengatur strategi bisnisnya. "Menurut saya, perusahaan akan lebih siap. Perusahaan juga sudah melakukan restrukturisasi dan efisiensi pada 2020 yang lalu," kata Hari saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (8/1).
Baca Juga: Dana kelolaan reksadana naik 3,79% menjadi 552,27 di sepanjang 2020
Seiring dengan peluang kenaikan IHSG, Hari memilih emiten-emiten yang kinerjanya mulai tumbuh atau membaik pada 2021 sebagai ladang investasinya. Contohnya adalah sektor perbankan karena menjadi pusat sirkulasi keuangan.
Yang menjadi target investasinya adalah saham-saham dengan fundamental dan prospek bagus, serta harga relatif murah, yakni yang pada tahun 2020 setidaknya sudah turun 10% secara year to date. "PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) itu perusahaan yang cukup bagus. Harganya saat ini punya book value yang cukup rendah," ucap dia.
Di samping itu, Hari juga berinvestasi pada saham-saham yang melaksanakan aksi korporasi pada tahun 2020. Menurut dia, dampak aksi korporasi tersebut baru akan terlihat pada 2021 sehingga kinerjanya akan moncer. Sebut saja PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) dan PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk (MCOR).
Baca Juga: Banyak diborong asing, simak rekomendasi untuk saham berikut ini
Selain saham-saham bank, dia juga melihat saham kawasan industri akan bergerak positif pada 2021 seiring dengan pemuluhan ekonomi. Dia memiliki dua saham favorit dari sektor ini, yaitu PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) dan PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST). "Saham pertambangan dan CPO juga akan menuai berkah pada 2021 seiring dengan ekonomi yang diprediksi kembali tumbuh," tutur dia.
Seiring dengan prediksinya terhadap IHSG yang akan bergerak positif hingga kuartal I-2020, dia memanfaatkan masa ini untuk melakukan trading. Dari keseluruhan portofolio sahamnya, sebesar 70% dia gunakan untuk trading sementara 30% untuk investasi jangka panjang.
Dalam melakukan trading, dia biasanya memasang target imbal hasil (return) bulanan. Saat ini, dia menargetkan return sebesar 10% dari dana yang ia investasikan. "Kalau seminggu aja bisa memenuhi target, saya enggak perlu nunggu sebulan. Saya tinggal cari saham yang lain," kata Hari.
Menurut dia, meski lebih banyak melakukan trading pada semua lapis saham, dia tidak pernah lupa untuk mempertimbangkan aspek fundamental dan prospek perusahaan dalam menentukan saham-saham pilihannya. Ia juga berinvestasi pada saham-saham yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia setidaknya dua tahun.
Baca Juga: IHSG melonjak 4,55% dalam sepekan, net buy mencapai Rp 4,74 triliun
Berbeda dengan Hari, trader dan investor senior Eyang Ratman menilai, kesempatan yang paling baik bagi investor jangka panjang untuk membeli saham adalah pada awal pemulihan, yakni bulan Maret-Mei 2020. Pasalnya, saat itu, IHSG turun tajam ke bawah level 4.000 sehingga harga saham sangat murah. Alhasil, investor yang membeli saham pada saat itu, kini telah menuai keuntungan lebih dari 50%.
Meskipun begitu, dia masih melihat ada peluang kenaikan meski tidak sebesar tahun 2020. Oleh karena itu, dia menyarankan investor jangka panjang yang baru mau masuk ke saham untuk memilih perusahaan dengan kinerja keuangan dan operasional yang bagus. "Kalau nunggu IHSG turun dalam lagi akan lama. Perusahaan bagus dalam jangka panjang harga sahamnya akan tetap naik," ungkap dia.
Menurut Eyang Ratman, pada waktu pemulihan ekonomi, biasanya saham-saham energi dan pertambangan menarik untuk dikoleksi. Begitu juga dengan perbankan yang memang memiliki likuiditas baik dan volatilitas yang tinggi. Dia menyebutkan beberapa saham yang dia perdagangkan adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), BBNI, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Astra International Tbk (ASII), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).
Eyang Ratman mengungkapkan, dalam menentukan pilihan trading-nya, dia selalu melihat aspek fundamental saham dan psikologis pelaku pasar yang membentuk permintaan dan penawaran. "Selama ada sinyal beli saya beli, selama ada sinyal jual saya jual. Saya trading saham apapun, dari big cap ampe small cap," ungkap dia.
Baca Juga: Meski Bisa Beroperasi 100%, Emiten Jasa Konstruksi Tetap Terkena Efek Kebijakan PPKM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News