Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yield surat utang negara (SUN) tertekan usai Donald Trump memenangkan pilpres Amerika Serikat (AS). Namun, tekanan diperkirakan hanya bersifat jangka pendek.
Berdasarkan Trading Economics, yield obligasi 10 tahun Indonesia berada di 6,85% pada Kamis (7/11) atau naik 0,10% dalam sepekan terakhir. Beriringan dengan naiknya yield US Treasury sebesar 0,16% dalam sepekan di 4,44% per Kamis (7/11) pukul 18.28 WIB.
Analis Fixed Income Sucorinvest Asset Management (Sucor AM) Alvaro Ihsan mengatakan, euforia kemenangan Trump pada pilpres AS cenderung membawa pergerakan dolar AS yang lebih kuat serta yield UST yang ikut meningkat. Hal tersebut mendorong yield SUN Indonesia mengalami tekanan.
"Meskipun begitu, dampak kemenangan Trump terhadap pergerakan SUN akan berjangka pendek seiring dengan siklus suku bunga yang mulai diharapkan untuk mengalami penurunan," ujarya kepada Kontan.co.id, Kamis (7/11).
Baca Juga: Beli SBN Kini Lebih Mudah! Cukup Lewat Gadget Minimal Pembelian Rp 1 Juta
Di sisi lain, terkait PDB Indonesia yang sedikit di bawah ekspektasi, Alvaro menilai hal itu menunjukkan perlambatan konsumsi rumah tangga. Sehingga dinilai akan mendorong urgensi penurunan BI rate untuk membantu pertumbuhan konsumsi, apabila kurs rupiah kembali stabil.
Di sisi lain, pasar obligasi Indonesia tetap menarik berkaca dari imbal hasil riil (yield dikurangi inflasi). Alvaro menuturkan, Indonesia masih menjadi salah satu negara yang memiliki imbal hasil riil tertinggi, yaitu sebesar 5% atau jauh di atas beberapa negara tetangga seperti, Malaysia sebesar 1,6%, Thailand 2,1%, dan Vietnam yang justru minus 0,1%.
Karenanya, Alvaro menilai imbal hasil SUN Indonesia masih sangat atraktif dibandingkan dengan negara tetangga bagi investor asing untuk berinvestasi.
Dari berbagai hal itu, Alvaro juga mempertahankan pandangan yield obligasi 10 tahun Indonesia di kisaran 6,4%-6,6% di akhir tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News