kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45934,34   5,98   0.64%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini cara jitu emiten farmasi pelat merah perbaiki rasio utang


Senin, 16 September 2019 / 19:37 WIB
Begini cara jitu emiten farmasi pelat merah perbaiki rasio utang
ILUSTRASI. Aplikasi Mediv dari Kimia Farma


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten farmasi pelat merah dibayangi risiko kontijensi di mana adanya ketidakpastian mengenai perolehan laba atau rugi pada neraca pemerintah. Risiko ini muncul karena liabilitas yang ditanggung perusahaan.

Dua emiten farmasi pelat merah yang masuk dalam jajaran emiten yang punya rasio utang yang cukup besar dalam riset Moody’s Investor Service (11/9) yakni PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF). 

Sebelumnya Direktur Avere Investama Teguh Hidayat sempat menjelaskan emiten farmasi khususnya BUMN tertekan dengan adanya defisit Badan Penyelenggara  Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Menurut Teguh kalau masalah ini tidak segera diselesaikan, emiten farmasi bakal semakin dibebani dengan liabilitas, dalam hal ini utang.

Salah satu indikator yang dilihat Moody’s adalah rasio utang perusahaan terhadap ekuitas atau Debt to Equity Ratio (DER). Moodys menyebutkan DER KAEF sebesar 126,2% dan INAF 112,4%.

Direktur Keuangan INAF Herry Triyatno menyatakan saat ini tunggakan BPJS ke INAF melalui anak usaha sekitar Rp 60 miliar. Namun, sejauh ini rasio utang pinjaman ke bank dari INAF masih di kisaran 2,0 kali.  

Baca Juga: Risiko kontijensi membayangi emiten BUMN, begini penjelasan dan rekomendasi analis

“Rasio ini masih lebih rendah dibandingkan dari market practice perbankan di level 2,75 kali,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (16/9).

Melansir laporan keuangan INAF di semester I-2019 jumlah liabilitas INAF sebesar Rp 927,55 miliar. Jumlah pinjaman bank jangka pendek cukup besar yakni Rp 445,36 miliar. Diikuti dengan utang usaha pihak ketiga sebesar Rp 225,26 miliar. Adapun ekuitas INAF pada Juni 2019 tercatat Rp 472,29 miliar.

Herry menyatakan salah satu cara INAF mengatur utangnya dengan mengatur term of payment utang dan piutang. Di samping itu INAF juga memperbaiki aging collection piutang yang lebih cepat.

Pada 2020, Herry menyatakan INAF berupaya memperbaiki fundamental bisnis agar lebih baik serta  memperbaiki struktur utang yang sesuai dengan kemampuan INAF.

Herry mengharapkan dua sub bidang usaha non-farma yakni Diagnostic Medical Equipment serta extrac and natural medicine diharapkan dapat tumbuh berkembang dengan baik sehingga bisa menguatkan keuangan INAF di 2020.

Sebelumnya INAF telah menandatangani MoU dengan Korean Medical Devices Support Center (KMD Indonesia) untuk memperkuat produksi perakitan dan penjualan produk electromedical equipment di Indonesia. Ada enam alat kesehatan yang akan dijajaki INAF bersama KMD Indonesia.

Herry menyatakan produk ini direncanakan akan dipasarkan pada awal 2020 dan menargetkan bisnis ini bisa tumbuh sebesar Rp 90 miliar atau tumbuh 10 kali lipat dari tahun sebelumnya. 

INAF juga memperlebar potensi produk lainnya yakni dengan mengembangkan produk onkologi, khusus penanganan kanker. Dua bisnis non-farmasi ini menurut Herry memiliki margin yang lebih besar dibanding penjualan obat generik.

Berbeda dengan INAF, Kimia Farma (KAEF) punya mencatatkan piutang BPJS yang lebih besar yakni sebsar Rp 400 miliar.

Sebelumnya Direktur Keuangan KAEF IGN Suharta Wijaya menjelaskan untuk mempercepat proses penagihan, KAEF melakukan rekonsiliasi setiap bulan.

“Piutang Rp 400 miliar itu bergulir yang artinya dalam proses penagihan sesuai kelengkapan dokumen atau alat tagih,” imbuhnya.

Adapun tunggakan yang menumpuk di BPJS kesehatan sekitar 30% dari seluruh piutang yang tercatat. Suharta bilang untuk mempercepat penagihan, KAEF juga sudah berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan secara rutin.

Baca Juga: Risiko fiskal BUMN makin meningkat, Kemkeu sudah antisipasi

Suharta berharap pembayaran BPJS bisa lebih cepat lagi sebab KAEF kena efek finansial seperti dampak piutang akan meningkatkan modal kerja yang ditarik dari pinjaman bank. Alhasil utang KAEF semakin besar.

Demi memperbaiki cashflow perusahaan KAEF berusaha menerbitkan surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) II sebesar Rp 1 triliun untuk keperluan refinancing utang bank dan akuisisi anak usahanya PT Phapros Tbk (PEHA).

Pada tahun depan KAEF juga berencana melakukan aksi korporasi lain yakni rights issue sebanyak 1,58 miliar saham seri B. Nantinya hasil aksi korporasinya setelah dikurangi biaya emisi akan digunakan untuk modal kerja guna mengembangkan usaha dan refinancing tentunya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×