Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Aktivitas distribusi barang dan batubara di Kalimantan Selatan tengah terganggu. Sebab sejak 5 Juni lalu, pemerintah Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan menutup jalur pelayaran di Sungai Barito. Padahal jalur ini umumnya digunakan untuk distribusi barang dan batubara.
Dengan penutupan Barito sejumlah perusahaan yang biasanya menyalurkan batubara melalui sungai terbesar dan terpanjang di Kalsel ini diperkirakan merugi. Kisaran kerugian itu pun diproyeksikan hampir mencapai US$ 15 juta per hari.
Salah satu perusahaan tambang batubara yang terkena dampak yang cukup signifikan adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO). "Adaro terkena dampak yang paling besar terhadap penutupan sungai Barito," ungkap Andre Varian, analis Ciptadana Securities, kepada KONTAN, Rabu (11/6).
Sebab, lokasi tambang batubara emiten ini terletak di Kabupaten Balangan dan Kabupaten Balangan, Kalsel, dimana jalan angkut atau distribusi batubara ini melewati wilayah Kabupaten Tabalong, Kabupaten Barito Timur dan Kabupaten Barito Selatan.
Akan tetapi menurutnya, dampak penutupan itu tak akan terlalu besar bagi kinerja pendapatan Adaro untuk tahun ini. "Tidak akan terlalu berpengaruh, sebab perseroan telah melakukan banyak efisiensi," tukasnya.
Efisiensi ini dilakukan dalam tiga bentuk, antara lain dalam hal pengangkutan, yakni memperbaiki cycle-time, atau waktu yang diperlukan untuk sebuah kapal mengangkut batubara hingga kembali lagi ke pelabuhan. "Perseroan telah megurangi waktu cycle time, sehingga meminimalisir penggunaan bahan bakar," tuturnya.
Di samping itu, perseroan juga menerapkan sistem overburden out of pit crushing and conveying system (OPCC) dan membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sehingga menekan biaya operasional perusahaan.
"Blokade sungai Barito, secara presentase hanya memberi efek kurang dari 5% terhadap target pendapatannya tahun ini," lanjutnya. Tahun ini, perseroan berencana menargetkan produksi batubara sekitar 54 juta - 60 juta per tahun.
Adapun, menurut Andre, penutupan ini diperkirakan hanya bersifat sementara, sehingga tak akan menganggu distribusi dalam jangka waktu yang panjang. " Dampaknya memang ada. Namun, saat ini kapasitas dari kapal-kapal tongkang sudah mencapai 60.000 ton per kali angkut, jauh lebih besar dibandingkan dulu yang hanya sekitar 15.000 -30.000 ton per kali angkut," jelasnya. Sehingga, ia memproyeksikan, penutupan ini hanya berlangsung dalam beberapa hari ke depan.
William Surya Wijaya, analis Asjaya Indosurya Securities juga berpendapat sama. "Dampaknya hanya sementara. Secara umum justru lebih menganggu bisnis perdagangan ketimbang batubara," tuturnya.
William merekomendasikan posisi Buy untuk saham ADRO dengan target harga Rp 1.800 per saham. Sebab, secara tren ada potensi kenaikan harga batubara. Sementara Andre menyarankan posisi Hold saham emiten ini, dengan target Rp 1.400 per saham. Kemarin (11/6), ADRO ditutup naik 1,92% dengan posisi Rp 1.325 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News